Kemarin, saya bermain bola dengan anak-anak Indonesia. Meskipun, terpisahkan jurang emosional, kita bermain sportif. Di sinilah, saya menemukan dunia yang tidak disodori tentang persoalan benar dan tidaknya sesuatu. Kita hanya ingin keriangan, itu saja. Permainan inilah yang menerabas aturan dan norma yang memenjara keseharian.
Lalu, jika kita merasa nyaman, masihkah kita digelayuti gundah?
Masalahnya, kenapa kita acapkali berkelompok dengan 'entitas primordial', yaitu keindonesiaan?
Thursday, July 28, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Syawalan Kesepuluh
Senarai keinginan ditunjukkan di X agar warga yang membaca bisa menanggapi. Maklum, buku ini tergolong baru di rak buku Periplus mal Galaxi....
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Dulu tatkala membaca karya Louis Dupre, saya menekuri teks berupa anggitan huruf-huruf di atas kertas. Penulis "Religious Mystery and...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Sang imam, Ust...
No comments:
Post a Comment