Showing posts with label Kampus. Show all posts
Showing posts with label Kampus. Show all posts

Tuesday, October 09, 2012

Senang itu Mudah


Pleasure is the end...freedom from pain in the body and trouble in the mind ~ Epicurus, "Letter to Menoeceus"

Pagi ditingkahi oleh matahari yang bersinar terang. Setelah semalam hujan, pohon-pohon itu sepertihya habis mandi, sehingga tubuh hijaunya benderang dan debu yang menempel luruh. Kaki ini pun menikmati setiap ayunan. Saya selalu melalui jalan ini, yang menghubungkan ruang kuliah, kantin dan perpustakaan. Kalau kita tergesa-gesa suasana menjelang siang akan terlewat begitu saja. Namun, kalau kita berusaha mereguk udara dan menghembuskan secara perlahan, maka kita dengan riang merasa lega. Kita tinggal menghitung waktu dalam merancang perjalanan.

Mungkin karena udara mengandung air, matahari yang berada di atas kepala tak menyengat. Tangan ini membawa buku untuk dikembalikan ke perpustakaan. Gambar sampul mengingatkan saya pada waktu kecil, ketika kami bersekolah dan mengaji di surau dengan sarung dan songkok. Meskipun jarak ke perpustakaan agak jauh, saya memilih berjalan. Setiap jengkal dari tanah ini menyimpan banyak cerita yang mungkin kadang tak sempat mampir di benak karena kadang langkah terburu-buru telah mengabaikan setiap detik kesenangan hasrat alamiah, manusia bergerak dari satu tempat ke tempat lain.

Ritual berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain di kampus menerbitkan kesegaran. Benar kata Epicurus, hasrat untuk menyangkal ini adalah kesia-sian. 

Monday, April 26, 2010

Sisa Basah Hujan


Kemarin sore hujan deras. Butiran hujan yang tebal itu menandakan langit penuh, sehingga tumpah meruah. Di balik kaca, saya melihat awan gelap. Selalu saja, keadaan seperti ini menyenangkan. Esok, gumam dalam batin, semoga pagi akan cerah dan menerakan sisa basah. Ternyat benar, hari ini, ketika matahari naik sepenggalah, suasana kampus dan jalan tampak tentram, seperti nampak dalam gambar. Selalu saja saya riang melewati lorong berbatas bebatuan berwarna hitam putih dan rerumputan. Di sebelahnya, tempat pejalan kaki menelusuri taman. Ya, kampus yang didirikan tahun 1969 ini menjadikan motto Kampus dalam Taman sebagai penanda.

Kotak surat berwarna oranye itu sudah tak lagi basah. Demikian pula, warnanya masih cerah. Di tengah zaman orang beremail ria, ternyata surat manual masih berjalan. Nyatanya begitu. Kemarin, saya ke kantor pos kampus, masih banyak orang menggunakan layanan pos untuk bertukar sapa. Namun kebanyakan untuk keperluan pengiriman barang dan surat lamaran. Apatah lagi, ia tidak hanya melayani surat-menyurat, namun juga tempat pembayaran tagihan, seperti air, listerik, tv kabel (Astro), pajak kendaraan bermotor dan pengiriman uang Western Union.

Sisa basah sangat ketara pada hijau dedaunan. Jika kemarau menerma, banyak pohon meranggas, gersang. Ternyata, hujan itu mendatangkan berkah karena daun itu mendapatkan makanan. Ya, warna hijau dan putik yang segar bersemburat diterpa sinar pagi. Herannya, nyanyian burung selepas hujan terdengar lebih jernih. Mungkin mereka juga riang karena panas belakangan ini tak lagi membakar tubuhnya. Jika kenikmatan sesederhana ini, mungkin keluh kesah manusia tak perlu berhampuran di ruang udara.

Lagi-lagi, jauh dari sekadar basah. Hujan yang turun justeru memantik kaki untuk berjalan. Dengan payung di tangan, saya menggunakan sandal (bahasa Malaysia selipar, dari bahasa Inggeris slipper) menyusuri jalanan berkonblok dan beraspal. Suasana kampus bertambah sahdu karena pepohonan tak lagi pilu. Mempari dan Semarak Api itu tak bisa menyembunyikan keriangannya. Mungkin tak perlu lama, air yang tercurah dari langit itu hanya perlu membuat rumput bergeliat, naik dan dedaunan pohon tak gundul. Alahai, mendung ini membuat udara basah, mengenyah gundah.

Friday, April 23, 2010

Bangunan Minimalis


Saya menyukai bentuk bangunan teranyar di kampus, selain minimalis, warna coklatnya nyaman di mata. Sebentar lagi, ia akan menjadi tempat tambahan baru bagi penggila buku. Perpustakaan lama tak lagi mampu menampung koleksi, sehingga perlu ruang baru. Dengan berbentuk persegi, bangunan ini betul-betul memaksimalkan ruang, agar tidak terbuang sia-sia. Karena berada di kemiringan, bangunan ini menyisakan ruang paling bawah yang dimanfaatkan untuk tempat santai. Coba lihat kursi dan meja yang dipasang yang berwarna biru dan putih.

Sebelumnya, tapak gedung ini adalah lahan kosong, hanya rumput dan pepohonan mengisi ruang. Saya sempat menanyakan hal ini pada rektor pada sebuah pertemuan sastera remaja di Dewan Budaya tentang kelestarian lingkungan jika gedung batu menyesaki kampus. Dengan lugas dia menjawab bahwa universitas memerlukan perpustakaan. Namun demikian, pengelola kampus akan memerhatikan keperluan penghuni kampus terhadap lingkungan asri. Malah, tambahnya, ia telah memperhitungkan berapa pohon yang diperlukan untuk jumlah mahasiswa dan warga civitas academica yang lain agar mereka bisa mereguk udara dengan nyaman.

Demikian pula, aksesoris yang yang menempel dengan pola garis-garis memperlihatkan ketegasan. Sementara di puncak terdapat atap yang membuat suasana nyaman karena ada semacam perasaan terlindungi. Bukankan penaung itu berfungsi untuk menahan terik? Sebenarnya, ada banyak sisi-sisi menarik di lain tempat, namun tak mungkin gambar dari satu sudut bisa mengungkap seluruh. Hal menarik selain hal ihwal bangunan, pekerja Indonesia yang turut bekerja untuk menyelesaikan gedung ini kadang memakai kaos partai politik, tidak hanya Demokrat, tetapi juga partai lokal. Menarik bukan?

Sunday, June 14, 2009

Kebersihan itu Sebagian Iman


Judul di atas sangat kuat tertanam di benak karena telah diasup sejak kecil. Tak hanya itu, pada waktu itu, saya sering bersirobok dengan kata ini karena sering ditempel di tembok sekolah, tepat di sebelah jadual piket kebersihan kelas. Hal yang sama juga sering ditemukan di kamar mandi masjid atau surau. Nada yang sama juga sering dijumpai di ruang publik, seperti terminal, pasar dan perkantoran, Jagalah Kebersihan! Malah, kata yang terakhir sering diterakan juga di bungkus makanan dalam bentuk ikon, gambar orang yang sedang membuang sampah ke keranjang.

Jika dulu, sampah dibersihkan dengan sapu, sekarang banyak alat yang membantu meringankan manusia untuk menghilangkan kotoran. Gambar di atas menunjukkan dua alat itu tampak akrab. Sapu lidi tetap diperlukan karena alat sapu 'mesin' tak mungkin menyelusup di antara akar belukar pohon yang besar. Ia hanya bisa bertingkah di tanah yang datar. Saya sering menyaksikan kedua alat ini bekerjasama mengenyahkan dedaunan yang rontok karena aus dimakan waktu. Sempat tebersit di benak, bisa nggak pohon itu direkayasa agar daunnya rontok sebulan sekali?

Memang susah untuk menjaga kebersihan ruang umum di kampus karena begitu banyak pohon berdiri menaungi siapa saja yang ada di bawahnya. Lebih-lebih sekarang, musim kemarau mempercepat dedaunan itu berguguran, mengotori jalan, selokan, beranda dan setiap sudut kampus. Dengan ruang seluas itu, agak susah kita menemukan jalanan bersih dari dedaunan. Namun kita susah berterima jika jalan itu dikotori oleh sampah buangan penghuninya.

  Pengakuan pengaruh luar terhadap identitas dapat melonggarkan batas. Betapa lancung menegaskan jati diri seraya menutup diri sementara tan...