Tuesday, April 10, 2018

Kisah Buku [3]

Apa yang saya lakukan di sela menunggu promosi doktoral saya? Salah satunya adalah mengikuti pengajian yang dilaksanakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia Universitas Sains Malaysia di masjid kampus. Sebagai pendengar, saya selalu mencatat kata-kata kunci yang disampaikan oleh penceramah agar saya bisa berinteraksi dengan teks secara mendalam.

Saya mencoba menerapkan gaya Izutsu dalam menganalisis teks penceramah dengan menghadirkan kata kunci, yang dicari makna dasar dan relasional, persamaan dan perlawanan kata, medan semantik, pandangan dunia (weltanschauung) Arab dan akhirnya pesan utama yang bisa diturunkan dari sebuah ayat. Pembacaan seperti ini sejatinya membayangkan ketekunan untuk mencatat karena satu kata dalam bahasa Arab membayangkan makna pra Alquran (Syair Arab kuno), masa Nabi dan pasca kitab suci. Mengingat pengajian agama mengandaikan sumber Al-Furqan, maka pembacaan (qira'ah) tidak hanya dibatasi pada seni, tetapi juga analisis tekstual.

Di dalam mengikuti pengajian, setiap individu tentu membawakan dirinya sebagai orang yang memilih dan bertindak sebagai makhluk sosial. Ketika membeli telepon genggam i-mobile, saya membayangkan bahwa pilihan terhadap barang bisa didekati sebagai cara pengguna untuk menyampaikan teks. Barang tidak lagi sebagai fungsi, tetapi berkomunikasi. Ketika memilih produk lokal, ia sejatinya hendak menyampaikan bahwa apapun telepon pintar (belum pintar, karena masih berfungsi untuk mengirim pesan dan menelepon) yang digunakan, di dalamnya ada komponen yang berasal dari banyak tempat dan orang. Kata Friedman, dunia itu rata. 

Tuesday, April 03, 2018

Kisah Buku [2]

Mengapa saya akan membedah buku pemikiran Izutsu di Annuqayah pada etape pertama? Karena di sini saya belajar tafsir untuk pertama kalinya. Ustaz Rais menggunakan Alqur'an terjemahan Departemen Agama sebagai buku teks. Sejak diterbitkan di Malaysia, saya pernah berbincang dengan Kiai Mushthafa terkait bedah karya tersebut beberapa tahun silam.

Selanjutnya, saya belajar tafsir Jalalain sebagai buku ajar di sekolah menengah dari Pak Johan. Pelajaran diselenggarakan di masjid Latee, karena Yayasan sedang membangun kelas baru untuk siswa. Dengan tekun, saya memaknai kata perkata dari surat Al-Kahfi dan mengikuti penjelasan dari sang guru.

Tentu, pengalaman membacakan Alqur'an setelah subuh di rumah Kiai Ahmad Basyir adalah pengalaman spiritual lain yang mendebarkan. Tidak hanya harus berjamaah subuh di belakang ke kanan kiai, saya dan teman-teman lain harus memastikan agar sajadah tidak dipindah sebab tidak digunakan sepanjang menunggu sembahyang. Sekali waktu, pintu gerbang jebol karena santri berebut, tak pelak dibuat aturan giliran berdasarkan urutan baris (shaf) berjamaah. Lalu, apa kaitannya dengan gambar karnaval? Inilah wajah Islam Madura. Alquran memang menjadi kitab utama, tetapi dalam keseharian mereka telah meramu kehidupan dengan kearifan. Tentu, ini memerlukan penulisan buku lain yang saya bayangkan, "Analisis Semiotik terhadap Penghayatan Alqur'an orang Madura: Kajian terhadap Karnaval Madrasah di Ganding".

Puasa [17]

  Berhenti sejenak untuk membaca koran Jawa Pos , saya tetiba merasa lungkrah. Satpam kampus memutar lagu jiwang, pas Iklim dengan Hanya Sua...