Showing posts with label Pasar Malam. Show all posts
Showing posts with label Pasar Malam. Show all posts

Thursday, April 05, 2012

Pasar Malam

Buah dan sayuran di atas digelar di lapak pasar malam Kedah. Kami begitu menikmati karena kami merasa dekat dengan penjual, berbeda dengan pasaraya, di mana kita tidak tahu siapa pemiliknya. Mungkin kita tahu pemilik Giant, Carrefour atau yang lain, namun tentu mereka tak akan duduk di meja kasir (juru uang), bukan? Anda sendiri bagaimana? Apakah kepuasaan ini hanya semu mengingat kami dibesarkan dalam suasana saling bersua muka dalam banyak kegiatan dulu? Pasar tidak hanya tempat kami bertukar uang dan barang, tetapi juga cerita.

Ibu dan bapak kami tak hanya membeli barang, tetapi juga bertanya kabar. Mungkin, hal ini tidak akan berlaku di mal atau pasaraya. Di sana, segala sesuatunya telah ditetapkan melalui tulisan yang ditempel di tembok atau barang. Seseorang hanya perlu menentukan barang yang ingin dimiliki, setelah itu pergi. Percakapan tak lagi berjalan wajar, karena semua tergesa-gesa. Penjual berharap pembelinya segera pergi agar pembeli lain datang. Demikian pula, pembeli ingin segera pergi karena penjualnya tampak seperti patung, dingin dan angkuh.

Di pasar malam, isteri saya masih sempat bercakap-cakap dengan Mak Cik. Kebetulan Mak Cik yang menjaga warung juga berjualan di pasar malam tak jak jauh dari rumah kami. Serta-merta isteri saya bertanya, Mak Cik juga berjualan di Tanah Merah ya? Dengan wajah riang, dia pun menyahut, "Ya, saya juga buka lapak di sana." Bukankah, kita harus bertukar sapa dalam hidup ini?

Thursday, May 06, 2010

Pasar Malam


Aneh, kami pergi ke pasar malam di waktu sore, ketika matahari di atas bukit itu masih menyembul. Kerinduan untuk merasakan sate di pasar dadakan Jalan Tun Sardon membuncah. Meski harus dibayar mahal, kami menunggu lama karena pelanggan bejibun. Sepuluh tusuk ayam dan daging mengobati rasa itu. Sebelumnya, kami berbelanja keperluan harian, seperti sayur dan lauk. Aha, penjualnya masih mengenali kami dan berujar, wow, anak sudah besar ye? Dulu datang ke sini, masih mengandung. Kami pun teruja. Saya sendiri berkata pada ibu Nabiyya, pengalaman itu menyenangkan karena hubungan kami bukan sekadar penjual dan pembeli, tetapi kemanusiaan.

Tak banyak berubah. Pasar malam itu masih seperti dulu. Kami membeli es kelapa di tempat dan penjual yang sama. Demikian penjual yang lain, buku dan majalah, buah-buahan, daging, dan aneka jualan yang lain. Mereka adalah pedagang sejati. Di tengah serbuan pasaraya, tentu mereka harus bersaing dengan kekuatan modal besar. Belum lagi, selisih harga yang kadang membuat orang lebih memilih pasaraya, ditambah lagi kenyamanan karena pembeli bisa sambil lalu melihat-lihat pelbagai jualan. Namun, benarkah lebih nyaman? Setiap orang tentu memiliki jawabannya.

Kenyamanan bukan sekadar tempat, tetapi suasana hati. Di sini, kita betul-betul diuji. Haruskah kita membiarkan pedagang kecil itu semakin merugi, sementara perusahaan-perusahaan multinasional, seperti Giant, Tesco, dan Carrefour menangguk keuntungan besar? Namun, apakah sesederhana ini? Tidak. Melihat masalah ini hitam putih hanya menyeret pada labirin. Tetapi, jika kita semua masih meluangkan waktu ke pasar rakyat, secara tidak langsung kita telah memelihara keseimbangan, agar modal itu tak hanya terserap pada kekuasaan yang buta.

Wednesday, July 01, 2009

Mengunjungi Pasar Malam


Foto ini diambil menjelang maghrib. Pengunjung belum berdesakan di pasar malam Sungai Dua. Seperti terlihat dalam gambar, para pedagang kecil itu menggelar lapak di badan jalan. Ada yang berjualan minuman, makanan, sayur, ikan dan banyak lagi. Saya memilih sore karena menghindari kesesakan. Mungkin agak aneh jika saya memberi judul mengunjungi Pasar Malam. Namun, begitulah adanya, meski mereka berkunjung sore hari, pasti menyebutnya pasar malam.

Saya membeli ayam, sayur kacang dan cabe, dan tak lupa pesanan ibunya Nabbiyya, jagung rebus tanpa olesan mentega, lalu pulang. Sesampai di rumah, kami pun bertukar cerita tentang harga kebutuhan yang mahal dibandingkan barang yang sama di Pasaraya Tesco. Apa benar? Ya, masak segenggam cabe dan seuntai kacang panjang RM 4? Di Tesco barang ini tidak akan semahal itu. Saya berhenti sejenak karena memang tak begitu memerhatikan perbandingan semacam ini. Bagi saya, keberpihakan pada pedagang kecil adalah wujud dari kesetiaan pada manusia, itu saja. Namun, gugatan ini tiba-tiba mengganggu, mengapa pedang kecil 'memeras' pelanggannya?

Tidak saja pasal keberpihakan, tetapi juga keharmonian. Di sana, saya bertemu dengan pedagang Melayu, India dan Tionghoa. Semua berbahasa Melayu dan kadang menjawab bahasa Inggeris jika pembelinya keluarga Arab yang belajar di Universiti Sains Malaysia. Aha, saya menemukan jawabannya, biarlah lebih mahal sedikit, tetapi di sana saya menemukan kebersamaan dan kebersahajaan. Mungkin ini juga perlu didiskusikan dengan ibunya si kecil.

  Pengakuan pengaruh luar terhadap identitas dapat melonggarkan batas. Betapa lancung menegaskan jati diri seraya menutup diri sementara tan...