Saya telah mengagendakan untuk menghadiri Seri Sejarah Lisan Penerbit USM jauh-jauh hari. Untuk ke-6 Kalinya saya mengikuti kesaksian dari mereka yang pernah terlibat dengan universitas yang berjuluk Kampus dalam Taman. Kali ini Tan Sri Dato Hj Ani bin Arope mengupas hal ihwal USM sebagai ketua lembaga pengarah yang telah dilakoninya sejak 1992/1993. Pengalamannya yang bejibun, dari tingkat lokal hingga internasional menyebabkan tokoh ini melihat persoalan dari perspektif yang kaya.
Pembukaan ceramah yang dibuka dengan anekdot orang Kelantan pergi ke London dan terpaksa tidak menggunakan toilet umum karena tertulis Male. Kata yang terakhir ini dalam dialek Kelantan merupakan penyebutan kata malam, sehingga yang bersangkutan berpikir bahwa toilet tersebut hanya digunakan untuk malam saja. Saya pun tergelak dan mendapatkan suguhan cara bertutur yang merangsang keterlibatan lebih jauh dengan ceramah.
Ternyata, isinya memang menyentak karena menyentuh masalah yang jarang diungkap, yaitu hubungan antara etnik di kampus, dan tentu sebagai cermin dari keadaan sosial lebih luas. Namun demikian, kritik internal itu saya lihat sebagai bentuk kecintaan beliau untuk meletakkan pondasi yang kokoh bagaimana kampus menjadi peneraju hubungan yang harmoni dan tentu ini harus diletakkan dalam sikap terbuka dan saling menjaga. Memang tidak dapat dielakkan bahwa budaya 'sate' yang beliau jelaskan menyebabkan pengurusan banyak hal terhambat karena ada sekelompok orang yang selalu mencucuk dan mengipasi keadaan.
Bagi saya, ini adalah siri yang menampilkan warna lain karena beliau menyatakan bahwa keterbukaan itu pernah dialami semasa bersekolah dan kuliah. Pendek kata, perubahan itu sebenarnya mempunyai rujukan internal yang mungkin perlu diwujudkan kembali untuk meraih kemajuan. Tahniah, Tan Sri, saya menemukan kedamaian dalam acara itu.
Showing posts with label Seri Sejarah Lisan. Show all posts
Showing posts with label Seri Sejarah Lisan. Show all posts
Friday, December 19, 2008
Thursday, September 25, 2008
Seri Sejarah Lisan USM ke-6
Untuk seri ke-6, panitia pembuatan sejarah USM (menyambut ulang tahun ke-40) mengundang Haji Romli bin Bakar (bekas pegawai) dan Marimuthu Ramachandran (bekas satuan pengaman) untuk menceritakan pengalaman beliau selama mengabdi di universitas bermotto Universitas dalam Taman ini.
Encik Romli mengungkapkan idealisme mahasiswa pada masa 1970-an yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi terhadap kehidupan masyarakat dan mereka sangat dekat satu sama lain tanpa disekat oleh perbedaan etnik dan agama. Saya melihat rona Encik Romli berbinar ketika mengungkapkan yang terakhir ini. Sebelumnya hal yang sama juga diungkapkan oleh kesaksian Dr Talhah Idris. Mungkin karena jumlah pegawai masih sedikit, Encik Romli, yang dipanggi tuan haji oleh Profesor Mohd Haji Salleh, orang nomor satu di kampus relatif dekat dengan bawahannya.
Sedangkan Encik Marimuthu menggambarkan suasana kritisisme mahasiswa terhadap kekuasaan, sebelum akhirnya diberangus melalui Undang-Undang Universitas dan Kolej, yang disebut Akta Universiti dan Kolej Universiti pada tahun 1975. Dia juga menyebut sosok aktivis Fatimah Syam yang dengan lantang menunjuk jari dan menyebut nama petinggi kampus tanpa embel-embel gelar. Mengutip kata-kata bekas ketua satuan pengaman ini, "How powerful students". Undang-undang inilah yang akhirnya memisahkan kedekatan satuan pengaman kampus (di sana disebut guard).
Saya menyimpan cerita mereka berdua dalam tulisan dan menikmati kelucuan dan kenakalan mahasiswa pada tahun awal pengembangan pendidikan tinggi negara Malaysia. Beberapa kali saya menahan tawa dan kadang tak kuasa tergelak terguncang karena ekspresi Encik Marimuthu yang polos. Catatan tentang peristiwa yanga berkaitan dengan keamaan kampus masih tersimpan rapi di tangan beliau, sehingga kita bisa mengetahui kapan terjadi.
Acara ini kemudian diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan kepada kedua pencerita. Lalu, peserta beranjak ke luar dari ruang pertemuan. Ternyata peserta juga diberi kesempatan untuk mendapatkan buku secara gratis di depan pintu keluar. Saya mengambil tiga buku, The Scientific Enterprise dan Freedoms and the Civil Society oleh K. J. Ratnam, dan The Decorated Boats of Kelantan oleh Paul J Coatalen dan Rights.
Encik Romli mengungkapkan idealisme mahasiswa pada masa 1970-an yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi terhadap kehidupan masyarakat dan mereka sangat dekat satu sama lain tanpa disekat oleh perbedaan etnik dan agama. Saya melihat rona Encik Romli berbinar ketika mengungkapkan yang terakhir ini. Sebelumnya hal yang sama juga diungkapkan oleh kesaksian Dr Talhah Idris. Mungkin karena jumlah pegawai masih sedikit, Encik Romli, yang dipanggi tuan haji oleh Profesor Mohd Haji Salleh, orang nomor satu di kampus relatif dekat dengan bawahannya.
Sedangkan Encik Marimuthu menggambarkan suasana kritisisme mahasiswa terhadap kekuasaan, sebelum akhirnya diberangus melalui Undang-Undang Universitas dan Kolej, yang disebut Akta Universiti dan Kolej Universiti pada tahun 1975. Dia juga menyebut sosok aktivis Fatimah Syam yang dengan lantang menunjuk jari dan menyebut nama petinggi kampus tanpa embel-embel gelar. Mengutip kata-kata bekas ketua satuan pengaman ini, "How powerful students". Undang-undang inilah yang akhirnya memisahkan kedekatan satuan pengaman kampus (di sana disebut guard).
Saya menyimpan cerita mereka berdua dalam tulisan dan menikmati kelucuan dan kenakalan mahasiswa pada tahun awal pengembangan pendidikan tinggi negara Malaysia. Beberapa kali saya menahan tawa dan kadang tak kuasa tergelak terguncang karena ekspresi Encik Marimuthu yang polos. Catatan tentang peristiwa yanga berkaitan dengan keamaan kampus masih tersimpan rapi di tangan beliau, sehingga kita bisa mengetahui kapan terjadi.
Acara ini kemudian diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan kepada kedua pencerita. Lalu, peserta beranjak ke luar dari ruang pertemuan. Ternyata peserta juga diberi kesempatan untuk mendapatkan buku secara gratis di depan pintu keluar. Saya mengambil tiga buku, The Scientific Enterprise dan Freedoms and the Civil Society oleh K. J. Ratnam, dan The Decorated Boats of Kelantan oleh Paul J Coatalen dan Rights.
Thursday, May 29, 2008
Seri Sejarah Lisan ke-4
Tadi saya terlambat mengikuti Seri Sejarah Lisan ke-4. Ruangan Dewan Persidangan Universiti (DPU) telah dipenuhi peserta hingga sebagian harus berdiri atau duduk di kursi tambahan. Untungnya, saya kenal salah seorang panitia yang bekerja di penerbit Universitas, Encik Khairurrahim dan dia mengambilkan kursi untuk saya. Saya lebih konsentrasi untuk menulis apa yang disampaikan oleh Tan Sri Dato Seri Musa Mohammad, mantan Naib Canselor (sejajar dengan Rektor).
Di buku kecil itu saya mencoba menyerap apa yang dikisahkan oleh bekas menteri pendidikan ini. Katanya, pengabdiannya selama 13 tahun sebagai rektor adalah bukti bahwa dia diakui kapasitasnya. Keberhasilannya membawa USM dikenal di dunia dan melanjutkan warisan falsafah pendidikan rektor pertama, Hamzah Sendut adalah sumbangan yang lain. Pendekatan antardisiplin (interdiciplinary approach) dalam pendidikan sangat penting, agar tamatan universiti dalam taman ini memahami persoalan lebih holistik adalah rintisan rektor pertama yang sampai hari ini masih diabadikan.
Jika sebelumnya seri sejarah lisan dihelat di ruangan seminar Penerbit, untuk kali ini panitia sengaja memilih tempat di ruangan yang lebih luas, yaitu Dewan Persidangan Universiti. Untuk keempat kalinya saya hadir di sini. Yang terakhir adalah ketika saya mengikuti kuliah umum tasawuf oleh James Morris, dosen di Universitas Boston. Selain itu, acara ini juga banyak diikuti oleh para dosen, berbeda dengan sebelumnya yang kebanyakan diikuti oleh para staf. Sesuatu yang jarang terjadi di Indonesia, pegawai tata usaha mengikuti seminar.
Sayangnya, mahasiswa Indonesia tak ada yang hadir. Padahal saya telah mengirimkan informasi di atas lewat email dan yahoo messenger. Mungkin, kiriman ini agak mendadak karena dikirim pagi hari sebelum acara ini dimulai pada jam 9. Tapi, respons dari Mbak Muthia bahwa saya diharapkan untuk membuat semacam laporan di milis adalah satu permintaan yang menantang. Dalam bentuk feature, ikhtisar ini akan lebih mudah untuk dibaca oleh mahasiswa.
Di buku kecil itu saya mencoba menyerap apa yang dikisahkan oleh bekas menteri pendidikan ini. Katanya, pengabdiannya selama 13 tahun sebagai rektor adalah bukti bahwa dia diakui kapasitasnya. Keberhasilannya membawa USM dikenal di dunia dan melanjutkan warisan falsafah pendidikan rektor pertama, Hamzah Sendut adalah sumbangan yang lain. Pendekatan antardisiplin (interdiciplinary approach) dalam pendidikan sangat penting, agar tamatan universiti dalam taman ini memahami persoalan lebih holistik adalah rintisan rektor pertama yang sampai hari ini masih diabadikan.
Jika sebelumnya seri sejarah lisan dihelat di ruangan seminar Penerbit, untuk kali ini panitia sengaja memilih tempat di ruangan yang lebih luas, yaitu Dewan Persidangan Universiti. Untuk keempat kalinya saya hadir di sini. Yang terakhir adalah ketika saya mengikuti kuliah umum tasawuf oleh James Morris, dosen di Universitas Boston. Selain itu, acara ini juga banyak diikuti oleh para dosen, berbeda dengan sebelumnya yang kebanyakan diikuti oleh para staf. Sesuatu yang jarang terjadi di Indonesia, pegawai tata usaha mengikuti seminar.
Sayangnya, mahasiswa Indonesia tak ada yang hadir. Padahal saya telah mengirimkan informasi di atas lewat email dan yahoo messenger. Mungkin, kiriman ini agak mendadak karena dikirim pagi hari sebelum acara ini dimulai pada jam 9. Tapi, respons dari Mbak Muthia bahwa saya diharapkan untuk membuat semacam laporan di milis adalah satu permintaan yang menantang. Dalam bentuk feature, ikhtisar ini akan lebih mudah untuk dibaca oleh mahasiswa.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Pengakuan pengaruh luar terhadap identitas dapat melonggarkan batas. Betapa lancung menegaskan jati diri seraya menutup diri sementara tan...

-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
-
Kata dalam judul sering didengar di tahun baru. Orang jiran menyebutnya azam. Anda bisa menyebutnya tekad. Buku ini menandai sebagian dari ...