
Showing posts with label Enviroment. Show all posts
Showing posts with label Enviroment. Show all posts
Sunday, March 04, 2012
Saturday, March 03, 2012
Surat K(h)abar Bekas

Sebelum menjualnya, saya bertanya pada seorang lelaki 30-an yang sedang memperbaiki sepeda anak orang Arab yang juga tinggal di perumahan tempat saya tinggal. Dengan senyum, ya, kami menerima koran bekas. Serta merta saya meminjam troli Pasaraya Yawata untuk mengangkut koran tersebut. Di sana, dua lelaki dan perempuan tua menyambutnya dan membawanya ke dalam untuk ditimbang. Si anak menunjuk angka 20, yang berarti koran itu seberat 20 Kg. Ibu tua itu pun membuka laci meja dan menyerahkan 4 lembar ringgit dan 10 sen. Tentu harga murah ini hanya membeli kertas bekas, bukan berita yang ditulis di dalamnya, apalagi pendapat yang ditulis dalam kolom opini.
Dulu, ketika tinggal di Pulau Pinang, saya tak menjual koran bekas, tapi memberikannya pada Ibu Yati, TKW asal Jawa Tengah yang bekerja sebagai petugas kebersihan di flat kami. Kadang, saya memberikan tumpukan koran pada tetangga kami yang juga bekerja mengumpulkan barang-barang bekas, seperti alat eletronik dan sepeda. Dengan melakukan hal ini, saya berharap koran itu tidak sia-sia, apatah lagi dibakar, tidak didaur ulang (bahasa Malaysia kitar semula). Menyelamatkan bumi dari sampah adalah tugas para khalifah.
Friday, March 18, 2011
Terganggu

Di kampung, saya menemukan kembali udara segar karena rumah tak jauh dari sawah dan sungai. Hati tentram merembes ke mana-mana, dari kata, langkah dan sapa dengan banyak jiran. Sayangnya, dalam perjalanan menuju halte (Pemberhentian) bus Trans Jogja, pemandangan ini hadir, mengganggu ayunan langkah. Tentu, saya bersama yang lain memikirkan bagaimana sampah plastik tak meracuni tanah dan merusak lingkungan.
Saturday, March 12, 2011
Ruang Kita
Lalu, apakah bersih itu melulu tentang ketiadaan sampah? Tidak juga. Bersih juga merupakan keadaan lingkungan yang tidak dikepung polusi udara. Untuk itu, ke depan, pihak pengelola bandara harus membatasi ruang kita itu agar tidak semua tempat bisa dijadikan arena perokok menghembuskan asap. Sebagai orang yang pernah merokok, saya merasa tidak nyaman dengan asap yang berhamburan di warung LA di pintu kedatangan dalam negeri. Apatah lagi, yang tak terbiasa dengan asap, mereka akan merasa tersiksa dengan udara yang pengap.
Lambat laun, jika kehendak untuk menertibkan perokok terus dilakukan, kebiasaan untuk menghormati hak orang liang menghisap udara segar akan terpenuhi. Pembatasan ini sekaligus mengajarkan siapa pun untuk tidak dengan mudah mengangkangi hak-hak orang lain yang lain.
Lambat laun, jika kehendak untuk menertibkan perokok terus dilakukan, kebiasaan untuk menghormati hak orang liang menghisap udara segar akan terpenuhi. Pembatasan ini sekaligus mengajarkan siapa pun untuk tidak dengan mudah mengangkangi hak-hak orang lain yang lain.
Thursday, November 04, 2010
Titik Temu antara Proyek dan Kelestarian

Ruang pameran di depan gedung pertemuan Dewan Budaya mempelihatkan papan yang berisi hal ihwal apa yang telah dilakukan mahasiswa dalam pelbagai kegiatan, kebudayaan, olahraga dan program penyelamatan alam. Malah, panitia penyelenggara sempat membawa alam buatan di mana air menyembur pelan di sebuah gentong hitam. Gemericik itu beradu dengan suara manusia. Di ujung, sekelompok orang menampilkan persembahan Silat Gayung yang diiringi bebunyian. Sambil menunggu kehadiran Raja Muda Perlis, hiruk-pikuk berjalan serentak.
Di acara inti, penyampaian kuliah, semua yang hadir tampak khusyuk mendengar uraian tentang pentingnya mempertemukan kepentingan modal dan idealisme tentang kehidupan yang berkelanjutan (di Malaysia, kata sustainable diterjemahkan dengan lestari). Sang profesor menyadari bahwa uang itu menggerakan pembangunan, namun kalau tak ada kuasa yang mencegah efek buruk dari 'keserakahan', biaya perbaikan akan menelan modal dan bahkan mendatangkan bencana, seperti terjadi pada penggundulan hutan di Sumatera. Tujuh unsur penting untuk mewujudkan harmoni adalah institusi, governans, sumber, bakat, luaran dan metodologi.
Lalu, setelah kuliah usai, peserta berhamburan ke tenda untuk makan siang.
Monday, October 11, 2010
Kebun Bunga
Hari Minggu kemarin, kami bersama Mas Zulheri Rani berkunjung ke Kebun Bunga untuk berlari, memanaskan badan di pagi hari. Jalan berkonblok di atas adalah laluan pengunjung untuk berlari, sementara di sisi kanan kiri terdapat rumah yang menyimpan banyak jenis pepohonan. Di tempat lain, kita juga bisa menikmati hamparan rerumputan hijau yang luas, dan tak jarang ada setitik orang yang sedang mempraktikkan yoga. Malah, di titik yang lain, saya melihat sejumlah orang yang sedang mengikuti acara Amazing Hunter.
Tuesday, September 28, 2010
Menyegarkan Kampus
Menebus kesalahan kita dengan mengosongkan kawasan kampus dari asap kendaraan perlu dilakukan. Bagaimanapun, monoksida itu adalah berbahaya untuk lingkungan dan manusia. Dengan peluncuran laluan bersepeda, orang ramai tentu tidak akan selalu menghisap asap dan berusaha untuk memanfaatkan kaki mereka untuk melangkah menuju tempat tertentu. Tadi, saya pun berjalan dari kantor ke masjid, tempat rumah terbuka menyambut Syawal dihelat. Dengan menyusuri kampus dengan kaki, saya bisa menikmati rumput, pohon dan udara yang segar. Tak hanya itu, saya pun bertemu banyak benda di sepanjang perjalanan lebih cermat dan khidmat.
Mengingat jalan-jalan setapak baru di kampus telah dibangun, mungkin lahan parkir khusus bisa digunakan, seperti Padang Kawad dekat Stadium, untuk memungkinkan warga berjalan ke tempat kerja masing-masing. Tentu, ada banyak titik-titik parkir lain yang bisa dimanfaatkan dengan patokan sesuai dengan jarak tempuh yang paling dekat. Dr Talhah Idrus, dosen arsitektur, pernah bercerita bahwa dengan lalu-lalang warga di sepanjang jalan akan memungkinkan komunikasi terjadi. Dulu di awal tahun 1970-an, para mahasiswa dan dosen acapkali bertegur sapa karena mereka tidak terburu-buru dengan kendaraan yang melaju cepat. Kalau kebijakan (policy) ini dikeluarkan, kampus USM akan menjadi kawasan silaturahim yang dahsyat.
Sepatutnya jalan kaki adalah pengalaman mengasyikkan di dalam Kampus Dalam Taman. Sembari menikmati beberapa pojok yang enak dilihat mata, seperti di depan Masjid, kita pun bisa menikmati kicauan burung, yang acapkali berseliweran di sela-sela pepohonan. Saya yang sering menyusuri kampus di hari libur bisa merasakan betapa keadaan lengang itu membuat napas tak tersedak dan telinga lebih tajam menangkap isyarat alam. Dalam keadaan seperti ini, ingin rasanya kampus cuti setahun, agar monoksida itu tak mengeruhkan suasana alamiahnya.
Thursday, August 19, 2010
Say No to Polystyrene
Wednesday, August 11, 2010
Kesadaran Lingkungan Lestari
Tuesday, July 13, 2010
Merawat Bumi
Tas kertas itu bertuliskan Environment Friendly, yang bisa diterjemahkan ramah lingkungan atau di Malaysia dikenal dengan mesra alam (sekitar). Pembungkus berwarna coklat tersebut didapat dari toko apotek kampus ketika saya membeli pengukur suhu badan (termometer) buatan Swiss, Ravin Enema dan panadol soluble. Lalu, mengapa harus tas yang lestari? Karena bumi sekarang sakit. Ia harus dirawat, yang dalam sebuah opini di surat kabar, saya mengusulkan dengan hati (lihat "Merawat Bumi dengan Hati", Jurnal Nasional, 6 Mei 2010).
Namun, otoritas kadang perlu bertindak tegas untuk memastikan kepedulian itu berjalan efektif. Pihak Universitas Sains Malaysia melarang penggunaan tas plastik di kantin dan toko di lingkungan kampus. Malah di koperasi mahasiswa, kita tidak akan mendapatkan tas kalau membeli barang di bawah RM 5 (Rp 15 ribuan). Demikian pula, sedotan plastik tidak diperbolehkan untuk mengurangi penggunaan bahan yang memerlukan waktu lama untuk diurai (recycle). Terbayang jika pihak negara melakukan hal yang sama, niscaya orang ramai tak seenaknya memanfaatkan tas plastik dan bumi tak harus menanggung beban sampah yang merusak tekstur dan badannya.
Selain itu, upaya untuk selalu mengutamakan produk dalam negeri tecermin dari gambar di atas. Coba lihat pintu itu? Warung makan itu bukan franchise asing, namun lokal. Saya membeli bubur untuk anak, maklum si kecil dalam dua hari ini sakit. Sekali lagi, ini bukan sebentuk perasaan takut sesuatu yang asing, namun berusaha untuk mencintai milik kita sendiri. Apatah lagi yang asing itu memiliki kekayaan bejibun. Masihkan kita selalu mengisi pundi-pundi mereka? Memang tidak mudah, tetapi selangkah itu akan menuju tempat yang diidam-idamkan.
Friday, August 21, 2009
Say No to Plastic Bags
Katakan tidak pada tas plastik! Sebuah slogan kampanye yang acapkali ditemukan di pelbagai sudut kampus, warung, toko dan dalam pelbagai kesempatan. Kali ini, pesan ini ditempelkan pada perut Badut dalam sebuah pameran wisuda. Tentu, pesan ini akan dilihat banyak pengunjung luar, selain mahasiswa, yang akan membawa pulang pesan itu hingga ke hati. Ironinya, pesan itu justeru di tulis di plastik. Aneh, bukan?
Subscribe to:
Posts (Atom)
Pengakuan pengaruh luar terhadap identitas dapat melonggarkan batas. Betapa lancung menegaskan jati diri seraya menutup diri sementara tan...

-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
-
Kata dalam judul sering didengar di tahun baru. Orang jiran menyebutnya azam. Anda bisa menyebutnya tekad. Buku ini menandai sebagian dari ...