Showing posts with label Enviroment. Show all posts
Showing posts with label Enviroment. Show all posts

Sunday, March 04, 2012

Saturday, March 03, 2012

Surat K(h)abar Bekas

Setelah sekian lama surat kabar itu menumpuk, saya bersama Nabbiyya membawanya ke toko sepeda yang juga menerima koran lama. Seperti para pensiunan, saya biasanya membeli koran sesudah sembahyang Subuh di surau tak jauh dari rumah. Lalu, dengan koran di tangan, saya membeli sarapan di seberang jalan toko koran. Kedua pemilik toko ini adalah dua perempuan yang setia setiap pagi melayani pembeli. Ada pelbagai koran, seperti Sinar Harian, Berita Harian, New Straits Time, Metro, Harakah, Suara Keadilan, Kosmo!, Malay Mail dan The Star. Ada juga koran Indonesia, namun tak banyak, seperti Jawa Pos dan KOMPAS, yang dibeli ketika dalam perjalanan kembali ke Kedah dari Yogyakarta atau Surabaya.

Sebelum menjualnya, saya bertanya pada seorang lelaki 30-an yang sedang memperbaiki sepeda anak orang Arab yang juga tinggal di perumahan tempat saya tinggal. Dengan senyum, ya, kami menerima koran bekas. Serta merta saya meminjam troli Pasaraya Yawata untuk mengangkut koran tersebut. Di sana, dua lelaki dan perempuan tua menyambutnya dan membawanya ke dalam untuk ditimbang. Si anak menunjuk angka 20, yang berarti koran itu seberat 20 Kg. Ibu tua itu pun membuka laci meja dan menyerahkan 4 lembar ringgit dan 10 sen. Tentu harga murah ini hanya membeli kertas bekas, bukan berita yang ditulis di dalamnya, apalagi pendapat yang ditulis dalam kolom opini.

Dulu, ketika tinggal di Pulau Pinang, saya tak menjual koran bekas, tapi memberikannya pada Ibu Yati, TKW asal Jawa Tengah yang bekerja sebagai petugas kebersihan di flat kami. Kadang, saya memberikan tumpukan koran pada tetangga kami yang juga bekerja mengumpulkan barang-barang bekas, seperti alat eletronik dan sepeda. Dengan melakukan hal ini, saya berharap koran itu tidak sia-sia, apatah lagi dibakar, tidak didaur ulang (bahasa Malaysia kitar semula). Menyelamatkan bumi dari sampah adalah tugas para khalifah.

Friday, March 18, 2011

Terganggu


Di kampung, saya menemukan kembali udara segar karena rumah tak jauh dari sawah dan sungai. Hati tentram merembes ke mana-mana, dari kata, langkah dan sapa dengan banyak jiran. Sayangnya, dalam perjalanan menuju halte (Pemberhentian) bus Trans Jogja, pemandangan ini hadir, mengganggu ayunan langkah. Tentu, saya bersama yang lain memikirkan bagaimana sampah plastik tak meracuni tanah dan merusak lingkungan.

Saturday, March 12, 2011

Ruang Kita


Asbak besar ini diambil pada tanggal 10 Maret 2011 di ruang depan bandara internasional Juanda Surabaya. Benda ini ditemukan di banyak tempat orang ramai duduk di kursi putih terbuat dari besi. Tentu dengan penghargaan sebagai lapangan terbang terbersih di Indonesia, pihak Angkasapura perlu meletakkan tempat pembuangan abu dan puntung rokok. Sementara, di warung dan kafe sekitarnya, pemilik hanya meletakkan asbak kecil. Kita akan melihat pemandangan begitu banyak orang mengepulkan asap tembakau.

Lalu, apakah bersih itu melulu tentang ketiadaan sampah? Tidak juga. Bersih juga merupakan keadaan lingkungan yang tidak dikepung polusi udara. Untuk itu, ke depan, pihak pengelola bandara harus membatasi ruang kita itu agar tidak semua tempat bisa dijadikan arena perokok menghembuskan asap. Sebagai orang yang pernah merokok, saya merasa tidak nyaman dengan asap yang berhamburan di warung LA di pintu kedatangan dalam negeri. Apatah lagi, yang tak terbiasa dengan asap, mereka akan merasa tersiksa dengan udara yang pengap.

Lambat laun, jika kehendak untuk menertibkan perokok terus dilakukan, kebiasaan untuk menghormati hak orang liang menghisap udara segar akan terpenuhi. Pembatasan ini sekaligus mengajarkan siapa pun untuk tidak dengan mudah mengangkangi hak-hak orang lain yang lain.

Thursday, November 04, 2010

Titik Temu antara Proyek dan Kelestarian


Acara pengukuhan guru besar (profesor) di kampus kali ini menggema jauh. Spanduk telah dibentang jauh hari sebelumnya. 3 November 2010 adalah hari perayaan sebuah prestasi, sebagaimana ini telah dilakukan di Yunani. Dosen arsitektur, Omar Osman, membawa pidato itu dengan judul "Pengurusan Projek dan Kelestarian: Titik Pertemuan". Namun, acara tersebut tak melulu tentang kuliah umum yang dihadiri oleh banyak orang, tetapi juga melalui pameran apa yang telah dilakukan kampus untuk mendekatkan mahasiswa dengan lingkungan agar tak punah.

Ruang pameran di depan gedung pertemuan Dewan Budaya mempelihatkan papan yang berisi hal ihwal apa yang telah dilakukan mahasiswa dalam pelbagai kegiatan, kebudayaan, olahraga dan program penyelamatan alam. Malah, panitia penyelenggara sempat membawa alam buatan di mana air menyembur pelan di sebuah gentong hitam. Gemericik itu beradu dengan suara manusia. Di ujung, sekelompok orang menampilkan persembahan Silat Gayung yang diiringi bebunyian. Sambil menunggu kehadiran Raja Muda Perlis, hiruk-pikuk berjalan serentak.

Di acara inti, penyampaian kuliah, semua yang hadir tampak khusyuk mendengar uraian tentang pentingnya mempertemukan kepentingan modal dan idealisme tentang kehidupan yang berkelanjutan (di Malaysia, kata sustainable diterjemahkan dengan lestari). Sang profesor menyadari bahwa uang itu menggerakan pembangunan, namun kalau tak ada kuasa yang mencegah efek buruk dari 'keserakahan', biaya perbaikan akan menelan modal dan bahkan mendatangkan bencana, seperti terjadi pada penggundulan hutan di Sumatera. Tujuh unsur penting untuk mewujudkan harmoni adalah institusi, governans, sumber, bakat, luaran dan metodologi.

Lalu, setelah kuliah usai, peserta berhamburan ke tenda untuk makan siang.


Monday, October 11, 2010

Kebun Bunga




Hari Minggu kemarin, kami bersama Mas Zulheri Rani berkunjung ke Kebun Bunga untuk berlari, memanaskan badan di pagi hari. Jalan berkonblok di atas adalah laluan pengunjung untuk berlari, sementara di sisi kanan kiri terdapat rumah yang menyimpan banyak jenis pepohonan. Di tempat lain, kita juga bisa menikmati hamparan rerumputan hijau yang luas, dan tak jarang ada setitik orang yang sedang mempraktikkan yoga. Malah, di titik yang lain, saya melihat sejumlah orang yang sedang mengikuti acara Amazing Hunter.

Tuesday, September 28, 2010

Menyegarkan Kampus


Menebus kesalahan kita dengan mengosongkan kawasan kampus dari asap kendaraan perlu dilakukan. Bagaimanapun, monoksida itu adalah berbahaya untuk lingkungan dan manusia. Dengan peluncuran laluan bersepeda, orang ramai tentu tidak akan selalu menghisap asap dan berusaha untuk memanfaatkan kaki mereka untuk melangkah menuju tempat tertentu. Tadi, saya pun berjalan dari kantor ke masjid, tempat rumah terbuka menyambut Syawal dihelat. Dengan menyusuri kampus dengan kaki, saya bisa menikmati rumput, pohon dan udara yang segar. Tak hanya itu, saya pun bertemu banyak benda di sepanjang perjalanan lebih cermat dan khidmat.

Mengingat jalan-jalan setapak baru di kampus telah dibangun, mungkin lahan parkir khusus bisa digunakan, seperti Padang Kawad dekat Stadium, untuk memungkinkan warga berjalan ke tempat kerja masing-masing. Tentu, ada banyak titik-titik parkir lain yang bisa dimanfaatkan dengan patokan sesuai dengan jarak tempuh yang paling dekat. Dr Talhah Idrus, dosen arsitektur, pernah bercerita bahwa dengan lalu-lalang warga di sepanjang jalan akan memungkinkan komunikasi terjadi. Dulu di awal tahun 1970-an, para mahasiswa dan dosen acapkali bertegur sapa karena mereka tidak terburu-buru dengan kendaraan yang melaju cepat. Kalau kebijakan (policy) ini dikeluarkan, kampus USM akan menjadi kawasan silaturahim yang dahsyat.

Sepatutnya jalan kaki adalah pengalaman mengasyikkan di dalam Kampus Dalam Taman. Sembari menikmati beberapa pojok yang enak dilihat mata, seperti di depan Masjid, kita pun bisa menikmati kicauan burung, yang acapkali berseliweran di sela-sela pepohonan. Saya yang sering menyusuri kampus di hari libur bisa merasakan betapa keadaan lengang itu membuat napas tak tersedak dan telinga lebih tajam menangkap isyarat alam. Dalam keadaan seperti ini, ingin rasanya kampus cuti setahun, agar monoksida itu tak mengeruhkan suasana alamiahnya.

Thursday, August 19, 2010

Say No to Polystyrene


Gambar ini diambil dalam perjalanan pulang dari kampus. Mereka meneriakkan kata Say No To Polystyrene! Apakah Anda juga ingin melakukannya?

Wednesday, August 11, 2010

Kesadaran Lingkungan Lestari

Jangan membuang sampah sembarangan bukan hanya memerhatikan tempat sampah, tetapi juga memilih tempatnya untuk jenis sampah, basah, kering, pecah belah, kertas dan lain-lain. Namun, kita acapkali mencampur aduk untuk tak membuat repot. Padahal keabaian ini akan merepotkan orang lain dan proses daur ulang (recycle). Ketergesaan membuat kita repot di kemudian.

Tuesday, July 13, 2010

Merawat Bumi


Tas kertas itu bertuliskan Environment Friendly, yang bisa diterjemahkan ramah lingkungan atau di Malaysia dikenal dengan mesra alam (sekitar). Pembungkus berwarna coklat tersebut didapat dari toko apotek kampus ketika saya membeli pengukur suhu badan (termometer) buatan Swiss, Ravin Enema dan panadol soluble. Lalu, mengapa harus tas yang lestari? Karena bumi sekarang sakit. Ia harus dirawat, yang dalam sebuah opini di surat kabar, saya mengusulkan dengan hati (lihat "Merawat Bumi dengan Hati", Jurnal Nasional, 6 Mei 2010).

Namun, otoritas kadang perlu bertindak tegas untuk memastikan kepedulian itu berjalan efektif. Pihak Universitas Sains Malaysia melarang penggunaan tas plastik di kantin dan toko di lingkungan kampus. Malah di koperasi mahasiswa, kita tidak akan mendapatkan tas kalau membeli barang di bawah RM 5 (Rp 15 ribuan). Demikian pula, sedotan plastik tidak diperbolehkan untuk mengurangi penggunaan bahan yang memerlukan waktu lama untuk diurai (recycle). Terbayang jika pihak negara melakukan hal yang sama, niscaya orang ramai tak seenaknya memanfaatkan tas plastik dan bumi tak harus menanggung beban sampah yang merusak tekstur dan badannya.

Selain itu, upaya untuk selalu mengutamakan produk dalam negeri tecermin dari gambar di atas. Coba lihat pintu itu? Warung makan itu bukan franchise asing, namun lokal. Saya membeli bubur untuk anak, maklum si kecil dalam dua hari ini sakit. Sekali lagi, ini bukan sebentuk perasaan takut sesuatu yang asing, namun berusaha untuk mencintai milik kita sendiri. Apatah lagi yang asing itu memiliki kekayaan bejibun. Masihkan kita selalu mengisi pundi-pundi mereka? Memang tidak mudah, tetapi selangkah itu akan menuju tempat yang diidam-idamkan.

Friday, August 21, 2009

Say No to Plastic Bags


Katakan tidak pada tas plastik! Sebuah slogan kampanye yang acapkali ditemukan di pelbagai sudut kampus, warung, toko dan dalam pelbagai kesempatan. Kali ini, pesan ini ditempelkan pada perut Badut dalam sebuah pameran wisuda. Tentu, pesan ini akan dilihat banyak pengunjung luar, selain mahasiswa, yang akan membawa pulang pesan itu hingga ke hati. Ironinya, pesan itu justeru di tulis di plastik. Aneh, bukan?

  Pengakuan pengaruh luar terhadap identitas dapat melonggarkan batas. Betapa lancung menegaskan jati diri seraya menutup diri sementara tan...