Warga terpaksa menggelar kampanye di "bukit" berbatu. PPP kala itu digencet habis-habisan. Namun, di tanah Rosong, Ganding, Sumenep, umat tetap menyemut sebagai wujud perlawanan. Manakala Golkar bisa menggelar acara di tanah lapang.
Ini hanya sekelumit kepongahan kekuasaan, yang membawakan dirinya menerima demokrasi, padahal seolah-olah. Meskipun samar-samar dalam ingatan, saya merasakan getaran yang kuat hingga saat ini. Melawan mereka yang congkak!
Pada 30 November 1977, secara resmi lagu Hak Asasi Manusia dilarang disiarkan di televisi. Padahal nyanyian ini menggelorakan Pancasila sebagai dasar negara. Jelas, rezim Orba sangat takut pada kebebasan berbicara. Naga-naganya kini pembungkaman berjalan dengan cara lain. Ngeri!
Menjelang pemilu 1982, Bang Haji lagi-lagi mengguncang khalayak. Nomor Indonesia yang mengkritik prilaku rasuah telah mendorong pemerintah menjegalnya. Negeri kaya ini dimiskinkan oleh segelintir orang. Sungguh kritik pada oligarki yang telak, kala orang-orang masih bertiarap menghadapi kekuasaan yang sombong.
Keterangan: Gambar ini melukiskan suasana kampanye PPP di era Orde Baru
Bening
Kejernihan adalah mula dari segala
Tuesday, November 11, 2025
Kereta Api Pandalungan
Saya menunggu kereta api yang akan mengangkut tubuh dan pikiran saya ke Jatinegara. Duh, selawat Al-Khushary dari dua corong masjid berkumandang. Tentram meraja lela.
Ada 4 bule dengan tas ransel besar. Dua ibu di sebelah yang ngobrol. Seorang anak kecil menangis kejet. Kebanyakan penumpang memelototi layar telepon genggam.
Di dalam gerbong, Saya nanti akan membaca disertasi UIN Walisongo tentang sejarah tokoh melalui kajian Living Qur'an dengan pendekatan etnografis. Ko-promotornya adalah teman seangkatan dulu, dia Syariah, saya Ushuluddin. Pengujinya kakak kelas di IAIN Sunan Kalijaga.
Sebagai pengajar mata kuliah Living Qur'an, saya melihat kitab suci itu hidup dalam banyak kegiatan warga, seperti Yasinan, Tahlilan, dan selamatan. Namun, sebagai penganut pedagogi kritis, saya ingin melihat surah Yasin itu dibaca oleh petani, nelayan, dan buruh sebagai pesan Tuhan yang membebaskan. Firman bukan penglipur lara dan obat penenang. Khalas.
Kisah di Balik Persidangan
Seusai sesi terakhir dari 4 seri diskusi, kami pun berfoto bersama. Acara yang digelar oleh Majelis Masyayikh meneguhkan peran pesantren sebagai lembaga pendidikan, pengabdian, pengkaderan, dan pemberdayaan masyarakat.
Saya mencatat banyak hal dari pertemuan Konferensi Tahunan Pendidikan Pesantren I di Tebet. Namun, ada hal-hal sederhana yang saya temui selama acara berlangsung, yakni pertemuan dengan para pengelola dari latar belakang daerah maupun corak organisasi keagamaan.
Semisal, peserta sebilik saya adalah Ust Sanusi yang berkhidmat dan STIE Ganesha, lulusan pondok Sarang. Ia kini tinggal di Depok. Kami bertukar cerita dari banyak sisi kehidupan, dari rutinitas para komuter, pendidikan lanjut, dan masalah keseharian. Ia harus memastikan kehadirannya di kegiatan RT, seperti ikut serta dalam tahlilan.
Saya juga mendengar pengalaman Kiai Masruri, Darul Istiqomah Bondowoso, yang bercerita tentang lapangan sepak bola pondok yang dibuat agar santri berolahraga. Kisah santri Timor Leste yang belajar di sini menerbitkan rasa ingin tahu lebih besar apakah yang mendorong mereka belajar di Maesan?
Kiai Rifki berbagi pengalamannya belajar di Timur Tengah. Di sela menikmati sarapan, kami pun bertukar cerita hal ihwal ringan seputar perjalanan kegiatan. Pilihan menu itu menunjukkan kesadaran tentang tubuh. Saya tentu menjaga asupan agar gula ditakar sebab ia tak perlu digelontor berlebihan.
Pendek kata, gelaran tahunan ini tidak hanya apa yang berada di atas panggung, tetapi di balik dan depan pentas, yang mungkin tidak terekam kamera resmi, tetapi berbekas di hati. Bila setiap individu membawa catatannya sendiri, maka tahun depan masing-masing diuji untuk membentangkan makalah penelitia terkait peran pondok di alaf kedua.
Monday, November 10, 2025
Stasiun Gubeng
Pukul 11 kereta api tiba. Stasiun tak begitu ramai. Kedai-kedai tutup. Sementara, radio Suara Surabaya memberitakan bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) akan memperkenalkan menu lokal untuk mengurangi sampah makanan.
Pramugari menawarkan nasi goreng Parahyangan pada para penumpang. Sang masinis berdiri di depan pintu. Dari jendela, saya melihat kota tampak lengang. Rehat itu nikmat. Tidur itu memasuki ruang lain dalam kehidupan.
Pramugari menawarkan nasi goreng Parahyangan pada para penumpang. Sang masinis berdiri di depan pintu. Dari jendela, saya melihat kota tampak lengang. Rehat itu nikmat. Tidur itu memasuki ruang lain dalam kehidupan.
Saya menarik napas. Sebentar lagi, Blambangan akan menjejaki tanah Probolinggo. Setiap perjalanan akan berhenti di satu titik, dan akan melanjutkan ke titik lain. Namun, apa pun destinasi yang menjadi tujuan, kita akan kembali pada pikiran dan perasaan sendiri.
Ketungguan
Kita sering menggunakan kata penantian, sebuah proses untuk mendapatkan giliran. Saya menyodorkan ke-an dan kata dasar tunggu, sebuah pilihan sadar untuk berada di sini, kini, dan sebegini di ruang tunggu. Bukan ruang nanti, kan?
Saya tahu pukul 12.23 kereta api bertolak, tetapi saya juga akan mengalami ketungguan yang lain dalam gerbong. Kala 00.36 sampai, saya tetap berada di ruang, waktu, dan kondisi tertentu. Jadi, ke mana-mana kita akan membawa kepikiran, kerasaan, dan kedamaian sendiri.
Saya tahu pukul 12.23 kereta api bertolak, tetapi saya juga akan mengalami ketungguan yang lain dalam gerbong. Kala 00.36 sampai, saya tetap berada di ruang, waktu, dan kondisi tertentu. Jadi, ke mana-mana kita akan membawa kepikiran, kerasaan, dan kedamaian sendiri.
Tak lama kemudian, para penumpang bergegas untuk menaiki Blambangan, yang bertolak tepat waktu. Tabik, Jonan! Di dalam gerbong, saya menjalani keseharian, sebagai orang yang suka menikmati lagu, membaca buku, dan mendengar deru, tepatnya bunyi. Bukankah derik rel itu semacam musik juga?
Sunday, November 09, 2025
Bulgogi, Kopi, dan Aturan Pesantren
Hitam berarak menyelimuti matahari. Mendung tampak terlihat dari jendela. Saya baru saja makan bulgogi dan lalu menyesap kopi.
Dalam perjalanan panjang, saya akan melakukan banyak hal di kereta api, yang sehari-hari kami lakukan, salat, membaca, menikmati musik, dan merenung. Anda tentu juga menunaikannya.
Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih. Debu itu kudu disingkirkan, seperti pamer (riya), dengki, dan sombong. Jadi, bila ada petaka, kita wajib berbenah. Kepada-Nya kita kembali. Khalas.
Tulus
Saya menginap di rumah adik di Rawa Wadas Pondok Kopi Jakarta Timur. Dulu, saya membelanya kala diganggu oleh temannya di sekolah dasar. Semua abang akan melakukannya, bukan? Penyuka Sheila on 7 ini menunjukkan ketulusannya dalam menjaga hubungan persaudaraan, baik pada kakak perempuan dan lelakinya.
Kemarin dan pagi tadi kami ngobrol ke sana ke mari, dari bola hingga politik. Alhamdulillah kami akan mudik di lebaran nanti. Bila hari-hari sebelumnya bertukar sapa melalui panggilan video, nanti kami berencana ziarah ke makam kakek di Gili Genting.
Tautan itu bermula dari keluarga, baru warga dan negara. Pelan dan pasti, ketiganya berjalan secara serentak. Kita tinggal menentukan ruang dan waktu untuk membawakan diri.
Subscribe to:
Comments (Atom)
Rhoma, PPP, dan Orde Baru
Warga terpaksa menggelar kampanye di "bukit" berbatu. PPP kala itu digencet habis-habisan. Namun, di tanah Rosong, Ganding, Sumene...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
-
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...





