Setelah memeriksa apa yang saya unggah, baik kata maupun foto, saya melakukan sesuatu yang juga dilakukan oleh orang lain, kalau tidak A, ya B, atau C. Pendek kata, tidak ada yang perlu dilihat sebagai keistimewaan. Namun demikian, ada lapisan makna yang mungkin perlu digali agar semakin banyak pesan yang bisa diteroka.
Semisal, tatkala saya mengunggah hendak ke Big Bad Wolf Books pameran buku bekas di Jatim Int Expo, ternyata banyak orang lain yang juga pernah dan akan menunaikan hasrat serupa. Tetapi, bagi kami, ini mengingatkan perjalanan panjang dari Kedah ke Pulau Pinang. Di pasaraya Timessquare, kami menemukan banyak buku asing dengan harga miring. Kami ngedeprok di lantai sambil mengulik bacaan dan yang paling seronok adalah Zumi berfoto di depan Transformer. Anak tidak bisa dipaksa untuk membaca, sebab mendaras bisa dilakukan secara berbeda.
Setelah itu, kami mampir ke warung makan waralaba McDonald. Lagi-lagi Zumi senang alang-kepalang karena akan mendapatkan mainan. Kadang saya berseloroh pada maminya, bahwa bagi seorang anak tempat bisa dipahami secara berbeda. Untuk itu, cukup sekali saja ke sini. Hihi
Semalam pun heboh. Dua krucil itu bertanya, di sana mau ngapain saja? Alamak! Efek liburan panjang membuat mereka tak betah melakukan itu-itu saja. Padahal, ayahnya merasa nyaman berduduk di kursi sambil mendengarkan radio dan imajinasinya melayang menembus batas-batas tanpa beranjak dari tempat duduk.
Akhirnya, betul kata sang filsuf, kekuasaan itu menyebar, tak menumpuk pada satu titik. Dua anak itu memaksa kami untuk menurut kehendaknya, toh kami pun tidak merasa terpaksa, malah turut tumpang bergembira. Seronok, bukan?
Karya Evgeny Morozov adalah salah satu koleksi yang saya punya. Harganya 8.90 ringgit. Dari sini, saya mengikuti akun Twitternya. Tesisnya adalah bahwa internet tidak akan membebaskan dunia dari kesewenangan otoritarian, ini sebelum Elon Musk memborong saham Twitter. Kini, media telah dikuasai oleh pemodal. Sial.