Friday, October 17, 2025

Radio

Pertama kali saya tahu radio Bromo FM ini adalah kala mengikuti kegiatan Majlis Ulama Indonesia Kabupaten di gedung Islamic Centre. Saya sempat duduk di bangku depan ruang siar. Stasiun radio ini berdekatan dengan kantor MUI.
Pagi ini, saya mengisi program siniar bedah buku Falsafah Harian: Seni Memahami Hidup Sehari-Hari yang disiarkan secara langsung melalui Instagram. Saya tegaskan bahwa kita harus menciptakan pendengar, bukan siapa yang mau menguping siaran rong-corong. Bagaimanapun, siapa pun bisa menikmati lagu dan mendengarkan informasi sambil mengerjakan aktivitas sehari-hari, seperti memasak, mencuci, dan menyapu.
Saya acapkali menulis kolom Kabar Madura sambil mendengarkan musik mancanegara Bromo FM melalui radio Tens, buatan Semarang, atau streaming Sinar FM Kuala Lumpur. Ketika mendengar lagu yang disuka tanpa "request", saya merasa mendapatkan rezeki tanpa terduga.
Dibandingkan berselancar di gawai, mendengar radio jauh lebih produktif, karena kita bisa mengerjakan aktivitas lain. Dengan memasang radio di teras, saya bisa menggunting rumput seraya mendengar ceramah agama dan lagu.
 

Thursday, October 16, 2025

Belajar di Pondok

Lagu Laila Sé Manis meneguhkan bahwa Madura itu sangat akrab dengan budaya Arab. Mengapa tidak berjenis lagu seperti Saronen, Kejhung, dll? Apa pun, ini soal serapan pada liyan. Betapa pun bergenre gambus dengan penggunaan Bahasa Madura, kita telah menggeser kode. Talkah itu lema yang tidak ada padanannya dalam bahasa lain.

Saya sendiri merasakan bahwa syiir, sebutan syair dalam bahasa kami, oleh Kiai Aminullah Murad itu sangat menggetarkan. Mengapa? Ia seturut dengan bahasa Ibu yang digunakan secara utuh, baik jiwa dan raga. Tidak hanya itu, penggambaran kematian secara nyata sangat dekat dengan tradisi. Hakikatnya, hidup itu menuju mati. Mengapa? Kata kiai, agar kita hati-hati.
Kematian, ungkap Heidegger, memaksa kita untuk memilih. Karena waktu terbatas, kita dipaksa untuk membuat pilihan yang bermakna. Kita tidak bisa terus-menerus menunda-nunda atau hidup berdasarkan asa orang lain. Namun, saya menundanya karena menimbang harapan orang tua. Lagi pula, pilihan itu adalah soal penghayatan terhadap sesuatu yang dapat dilakukan secara bersama.
Dulu, kala Rob Baedeker bermain ke kampung halaman, ia bermain voli dan makan seperti yang kami lakukan. Seniornya Thomas Hutchins yang juga sukarelawan dari Voluenteers in Asia memotong batang pohon dengan kapak untuk bahan kayu bakar pondok. Pendek kata, orang Amerika di tahun 90-an berprilaku sama dengan orang-orang pesantren. Kami pun tidak menyoal keyakinan dan ibadahnya.
Dari Rob, saya pertama kali menikmati Morning Has Broken Cat Stevens yang diputar melalui tape radio. Ia dijadikan media pembelajaran bahasa Inggris, di mana santri melatih kepekaan pendengaran sebutan kata asing. Kala itu Fauzi dan Mahir adalah pelajar yang jago bahasa Anglosaxon ini.
Di pondok Annuqayah saya juga aktif di Markaz al-Lughah al-'Arabiyyah bersama Haqqul Yaqin di bawah bimbingan Kiai Muhsin Amir. Di sini kami tidak hanya mengurus tata bahasa, tetapi tata organisasi. Kala itu saya bertindak sebagai bendahara. Alhamdulilah, saya belajar bahasa rumpun semitik dari Kiai Abdul Warits Ilyas. Fulus-fulus aina adalah alih bahasa dari ungkapan bahasa daerah pesse se e dhimma? Kami pun tertawa, riang.
Secara spiritual, kami terbiasa menunaikan salat jemaah yang diimami oleh Kiai Ahmad Basyir. Kami menyebutnya hadiran. Jadi, salat itu mengada. Pak Kiai selalu menekankan ketenangan, bukan kebisingan, tatkala hendak melaksanakan sembahyang. Itulah sebagai santri kami berusaha untuk menghentikan kegiatan apa saja ketika azan berkumandang. Bukankah ini panggilan Tuhan?
Tak hanya itu, Pak Kiai Basyir mengajarkan kami kebersihan. Beliau sering menyapu halaman dan jalan di depan kediaman. Andaikata putera Abdullah Sajjad tersebut meminta santri melakukannya, pasti mereka berebut. Tetapi, saya melihatnya bahwa beliau ingin memberikan contoh bahwa keasrian lingkungan kita adalah tanggung jawab bersama.
Di lain waktu, bila terdengar lagu Gambaran Cinta oleh Inka Christie, saya selalu mengingat warung gorengan, karena nyanyian ini diputar di sini. Selugu masa itu, saya paham bahwa penyanyi sedang berduka karena ditinggalkan oleh kekasihnya. Dari Pak Muqiet Arif, Pak Hafidz Syukri, dan Pak Asy'ari Khatib saya belajar memahami alegori, hiperbolik, dan lain-lain.
Simpulannya, saya belajar di pondok dan kini mengajar di lembaga yang sama. Saya melakukan hal yang sama tetapi kini dengan penghayaan yang lebih berwarna. Kala duduk merapal doa, definisi "prayer" itu tiba-tiba muncul dari ide Ludwig Wittgenstein, berdoa itu adalah berpikir tentang makna hidup. Namun, saya juga menimbang satorinya Zen, kata-kata itu raib karena pencerahan tak memerlukan tanda yang membatasi arti. Khalas.

Wednesday, October 15, 2025

Suryamentaram dan Kita

Ia berkabar bahwa orang baik itu telah memiliki karya ini. Ternyata, kunci dari keseharian adalah kemampuan mengisi waktu secara utuh, apa pun bentuk dan ungkap. Kala mengantar isteri ke tempat mengajar, saya ngoceh ke sana ke mari tentang apa yang hinggap di kepala tentang sebuah peristiwa dan istri tampak diam karena jalanan ramai.
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, menurut saya, bukan sekadar pepatah yang menegaskan pesan agar kita menyesuaikan dengan tradisi tempat kita berada, tetapi kita menghidupi apa yang dianggap kebiasaan itu dengan penuh kesadaran.

Kala mengikuti tahlilan, saya tak teralih oleh telepon dan lain-lain, malah memejamkan mata sambil tertunduk untuk merasakan kekinian, kedisinian, dan kesebeginian ala Suryamentaram. Mari belajar merasa cukup dengan apa yang ada pada diri, bila tidak, kita akan menjadi orang lain. Aneh, ada orang asing dalam pikiran dan perasaan kita!

 

Adab dan Ilmu

Sebelum mengaji kitab Syarh al-Hikam, saya membuat status dengan mengutip kalimat untuk menggagit sebuah ayat (sebutan kalimat di negara tetangga). Halaman itu dibaca sehari sebelumnya dan di hari  mengisi pengajian hari selanjutnya Kiai Mohammad Zuhri mengulang kembali kalimat tersebut. Ini seakan-akan teguran tersirat, adakah pemahaman saya perlu diperiksa ulang? Selain itu, dalam pemerhatian, banyak hal yang disinggung dalam pengajian kitab tersebut secara tepat menggambarkan apa yang saya alami. 

Saya berharap para mahasiswa S3 itu untuk masa yang akan datang bisa mengikuti kajian Lailiyyah Syahriyyah, sebuah pengajian yang betul-betul menggali pengetahuan secara autentik. Di sini, para kiai tua dan muda, ustaz, dan musyawirin mengamalkan adab al-bahts al-munazharah. Mungkin, mereka bisa menjadikannya disertasi untuk menganalisis kaidah diskusi yang sehat dan bermartabat. 

Dalam kajian ini, teks dilihat sebagai proses pemahaman terhadap etimologi, epistemologi, maksud, logika, dan kontekstuliasi. Di kajian kitab lain, adakah orang "berangasan" bisa menguatkan Islam (الفاجر يُؤيّد الإسلام)? Pernyataan ini sempat menimbulkan silang-sengketa di antara peserta pengajian. Bagaimana  agama ditegakkan oleh orang-orang yang tidak mengindahkan norma?

 

Tuesday, October 14, 2025

Cukup dalam Dirinya


Nabi Muhammad, Buddha, dan Isa menjalankan prinsip "filsafat" dalam kehidupannya sehari-hari. Dari sini, kehadiran falsafah tidak hanya menyodorkan pemikiran abstrak, tetapi mewujudkannya secara konkret. Setelah melewati kesenangan, seseorang akan merawat tujuan hidupnya yang jauh lebih sublim, tidak bergantung sesuatu di laur dirinya. Anda bisa mempraktikannya dengan bersiap ke surau dan berjalan hanya dengan memakai baju dan tidak membawa benda apa pun, seperti dompet, telepon pintar, dan lain-lain. Anda cukup membawa dirinya.

Kita tidak lagi memeriksa sumber untuk memastikan justifikasi sebuah tindakan. Bila Anda menemukan sosok yang bersahaja ia telah selesai hidupnya. Tetapi, bial ada orang yang masih bersolek dan memasang pernak-pernik untuk menaikkan derajat dirinya, ia mungkin sedang berada di fase pertama dari eksistensi manusia.
Namun demikian, saya melihat perbedaan itu adalah mozaik. Sejak dulu, manusia melakoni hidup dengan cara berbeda untuk bahagia. Lagi-lagi ia tidak sesederhana menunjukkan buku dan kopi di beranda media sosial, sebab semuanya itu harus dibeli. Tentu, keduanya seringkali hadir dalam sunyi.

Sunday, October 12, 2025

Subkultur

Sebagai subkultur, pondok adalah sebagian kecil dari kebudayaan lebih luas dari ekspresi warga. Lihat, bila Anda melihat negara ini di luar negeri, apa yang dipamerkan tentang Indonesia?

Borobudur, Bali, tarian, dan batik. Apa pernah kita melihat gambus (Arab), sarung (pakaian), dan pentas selawatan ditampilkan sebagai wajah negeri? Tidak. Kebaya dilihat lebih asli dibandingkan jilbab, padahal itu pengaruh Cina?

Kami menyadari baju koko itu berasal dari negeri Panda, songkok dari India, dan sarung sendiri berasal dari bahasa Tamil. Alangkah eklektik dgn busana tersebut kaum santri berzapin mengiringi petika aud dan lagu Wahdana Dana. Batas mudah retak. Usah menegaskan diri sambil membentak liyan!
 

Saturday, October 11, 2025

Let Live and Die

 

Saya tadi mengaji Syarh al-Hikam di musala pondok. Di halaman 38, kiai menjelaskan arti pentingnya sahabat. Pesannya, jika teman itu menjauhkan Anda dari akhirat, pergilah! 

Di tengah sorotan pada pesantren, saya mengingat kembali tulisan di Jawa Pos bertajuk "Ayo (Jangan) Mondok!". Dulu, kami belajar sebagai bekal untuk menyiapkan alat membaca teks sekaligus budi pekerti. Bila kami mengangkat batu di pagi hari, itu bukan kuli. Ia tidak mengganggu kegiatan mengaji dan belajar kami. Dengan bergiat fisik, kami kuat dan tidak mengantuk di sekolah. 

Betapa pun kini mengusung cara berpikir tradisional, kami belajar apa itu modal (tadi kiai menjelaskan ra's al-mal), yang tentu berbeda dengan konsep Das Capital Marxisme. Namun, saya pikir kami peduli dengan orang miskin. 

Pondok tempat kami berkhidmat lahir dari kehendak bersama untuk mengangkat derajat ilmu, akhlak, dan ekonomi. Pendiri Nurul Jadid dulu membawa tembakau ke Paiton untuk mengajak warga bertani. Kini, kami telah bergerak di banyak bidang usaha, yang tujuannya sama, bahwa materialisme itu dipahami, tetapi kami tidak berhenti di benda sebagai benda itu sendiri, sebab hal spiritual, khususnya mengurus hati, adalah pekerjaan paling berat dalam hidup. 

Oh ya, kala status ini ditulis, lagu Guns n Roses Live and Die mengalun. Grup musik ini saya kenal kala mondok di Annuqayah dulu dari Hefni yang kini bertemu kembali setelah menua dan bergiat di khatmil Qur'an.

Radio

Pertama kali saya tahu radio Bromo FM ini adalah kala mengikuti kegiatan Majlis Ulama Indonesia Kabupaten di gedung Islamic Centre. Saya sem...