Saturday, February 22, 2025

Pondok


Dulu, kami memasak nasi di dapur umum, mandi di tempat pemandian umum, dan berjemaah di masjid setiap waktu salat. Di tengah malam, kami bangun atas pilihan sendiri dan pengurus membangunkan. Dengan lampu pelita, kami menghapal Alfiyah, sebab listrik dimatikan pada pukul 11. Apa yang paling terkesan dari sekian keindahan? Saya bisa tidur sangat lelap selama 15 menit sehabis sekolah, lalu di waktu sore mengaji kitab Iqna' ke Kiai Mahfudz Husaini dan Riyadh al-Shalihin ke Kiai Ishomuddin AS. Jika kami bersembahyang berjamaah subuh di manapun kami berada, itu karena jalan "tasawuf" yang dicontohkan oleh Kiai Ahmad Basyir AS. Ini bukan pamer, tetapi sekadar apa yang kami dapat ketika belajar. Kepala Keamanan Latee, Pak Supandi, tidak pernah menggunakan kekerasan dalam menegakkan aturan. Beliau sangat mengayomi kami. 

Bila saya menulis Ayo Jangan Mondok di Jawa Pos, yang telah telah menjadi bagian dari buku "Kehendak Berkuasa dan Kritik Filsafat" (Ircisod, 2021), itu karena menyoal citra pondok yang menjadi institusi tempat mengajarkan ideologi tertutup. Pada waktu yang sama, kami menolak praktik kekerasan apa pun di lembaga tersebut sebagai respons terhadap pelbagai isu yang sedang marak belakangan ini. 

Kini warga akan menilai sendiri secara jernih apa yang terjadi dengan lembaga pendidikan tertua di negeri ini. Di zaman internet, tidak ada yang bisa lagi disimpan di bawah karpet. Arah baru pesantren segera ditetapkan agar kesan dari wajah pendidikan yang tidak terbuka dari "penglihatan" orang luar hilang. Di pondok tempat kami berkhidmat sekarang, kami memiliki Rapat Wali Santri, yang menjadi ruang bagi para pengasuh dan orang tua wali berbagi pandangan untuk kemajuan bersama.

Foto ini adalah Muhammad Endi dari Bali. Ia adalah siswa SMA Nurul Jadid yang berkeinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dalam bidang Kesusastraan Inggris. Seusai salat zhuhur bersama, siswa asal Pulau Dewata ini menulis kosa kata harian yang harus dihapal dan dipahami.  Saya dukung bila ia mau melanjutkan sekolahnya ke Universitas Sains Malaysia, di mana English Literature berada di Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan (School of Humanities), tempat saya menyelesaikan sekolah.

Sebagai wujud dari ikatan batin dengan pondok Annuqayah, kami menggelar pertemuan bulanan dengan mengkhatamkan Alqur'an. Sama dengan Rifqi, mahasiswa UNUJA yang bergiat di IKMASS dengan pembacaan Ratibul Haddad. Nah, soal pilihan menolak kenaikan harga BBM, itu berpulang pada pilihan

 

Monday, February 10, 2025

Pemurnian


Jati diri seringkali dikaitkan dengan darah keturunan. Padahal, secara genetik, kita mungkin tak sepenuhnya berasal dari satu ras. Namun, politik lah yang sering menegaskan identitas. 

Dengan teori pascamodern, identitas itu dianggap mitos. Ia tidak pasti, seperti pandangan klasik atau rekonstruksi sosial, yang disangkakan gagasan modern. 

Dalam keseharian, kita tinggal menyesuaikan dengan apa yang dianggap normal. Siapa yang punya otoritas? Mengapa dalam kegiatan resmi kita tidak memakai pakaian adat?


 

Thursday, February 06, 2025

Klinik, Uang, dan Bahagia

Semalam kami menunggu di klinik. Di sela itu, saya meminta Zumi membaca halaman 115 di The 15 minute Philosophernya Ann Rooney, Does Money Make You Happy? Saya pun menimpali What is your anwer? Dengan mantap ia menukas "Yes, money does."

Dengan Rp 5000 ia bisa beli kudapan di warung tetangga bersama dengan Akmal dan Kiki. Saya bisa melihat kebahagiaan mereka kala berjalan ke kedai. 

Namun, diam-diam kemarin saya melihat mereka juga gembira kala melakukan peregangan sebelum bermain bola plastik di sebelah rumah. 

Jadi, ada banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk bahagia.

 

Tuesday, February 04, 2025

Karnaval dan Kekuasaan

Apa imajinasi orang Madura tentang kekuasaan? Dua raja dan ratu ini menggambarkan tradisi Jawa, India, dan Cina dalam sebuah perarakan yang sering muncul dalam cerita dan media. Inilah yang mereka tampilkan di kegiatan akhir tahun madrasah kampung kami.

Apakah ini semacam kerinduan pada sistem kerajaan? Apakah demokrasi belum mengakar dalam kesadaran mereka? 

Pada praktiknya, bupati itu raja kecil. Ia akan disambut bagai penguasa yang perlu digelarkan karpet merah. Padahal, untuk biaya acara ini cukup besar. Jadi, kurangi ongkos upacara agar warga bisa memandang kekuasaan secara rasional.

 

Sunday, February 02, 2025

Alpukat

Mereka berjualan di kampus di hari seusai pameran Jawa Timur. Buah-buahan asal Tiris berukuran besar berasa mantap dan segar. Kemarin, kami menikmatinya begitu saja, tanpa es dan susu coklat. 

Apa yang berasal Tuhan sudah cukup. Kaum Stoa mendorong hidup secara alamiah. Pelan tapi pasti, selera itu adalah pelaziman.

 

Tahun Baru Cina

Pakcik Yusup Abdullah Yeap dan keluarga senantiasa mengajar kami membesarkan anak pertama dengan nilai-nilai. 

Biyya dulu memakai cheongsam di hari tahun baru Cina. Jiran depan dan kanan kami adalah keluarga Tionghoa dan sebelah kiri Melayu. Kami hidup harmoni. Namun, politisi sering mengusik ketenteraman yang terdiri dari pelbagai "kaum". 

Padahal, depan, kiri, dan kanan itu diuji bukan karena "terberi", tapi bukti. Selagi baik, kita adalah manusia yang setara.

 

Mainan dan Makna


 Dulu, kita tak mudah dapat mainan dan memilih berenang di sungai atau menggocek bola plastik. Untuk mendapatkan mobil-mobilan, kita bisa mengubaisuai bekas bungkus rokok dan membuat ban dari sandal yang dibuang.

Kini, mainan pabrikan mudah ditemui di warung, dan lapak belanja daring. Namun, kala lihat anak-anak kampung memancing di sawah, masa kecil berpendaran. Apa yang alamiah adalah berkah.

Duh, Raja Pop? Dulu, secara latah saya mengenalkan diri sebagai Ahmad Jackson ketika ditanya Pak Akib di acara Pramuka. Lagu-lagunya dikenal oleh remaja yang sekolah ke kota. Black or White menguncang selera musik warga, tanpa saya tahu makna terdalam dari nyanyian ini. 

Kini, Dua kata ini bisa ditukar dgn lema apa saja untuk menegaskan identitas usah menutup hakikat bahwa kita adalah manusia yang sama dan setara. Budayalah yang menciptakan tanda, apakah kelas, keyakinan, dan kedudukan. Dalam sunyi, jati diri hadir.

Dalam kerumunan, setiap orang bersolek. Aneh, ia perlu pengesahan dari liyan. Padahal, apa pun yang kita lakukan acuannya adalah rasa nyaman. Menyiksa diri agar tampil sesuai keinginan khalayak adalah celaru. Pelik, kita sering menggelorakan kesejajaran seraya menyebut pesan simbolik ihram haji, tetapi pulang kita merayakan kebedaan.

Pondok

Dulu, kami memasak nasi di dapur umum, mandi di tempat pemandian umum, dan berjemaah di masjid setiap waktu salat. Di tengah malam, kami ban...