
Mungkin, karena tempatnya dekat dengan kampus, acapkali saya bertemu dengan teman-teman mahasiswa. Hari itu, saya bertemu dengan Marwan dan puterinya, Aisyah. Malah, dari kejauhan saya melihat Dr Hamima Donna, direktur Pusat Kajian Wanita USM, juga sedang berdiri di depan penjual sayuran, tempat kami juga sering membeli kacang panjang, tempe, tahu dan lain-lain.
Sesuatu yang menarik perhatian saya adalah perempuan penjual sayuran yang menggunakan cadar. Hanya kedua biji matanya terlihat. Dia tampak gesit melayani pembeli. Tak ada kesan kikuk. Malah, untuk ketiga kalinya, dia juga dibantu oleh dua orang perempuan yang juga memakai cadar. Biasanya, di sini isteri saya membeli cabe giling. Tebersit di benak, betapa mereka mampu membuat pilihan yang susah dilakukan orang lain, namun pada saat yang sama, mereka justeru melakukan dua hal yang berbeda, satu sisi cadar mengandaikan pemisahan yang tegas antara dunia lelaki dan perempuan, tapi sekaligus mereka mendekatkan dengan menjadi penjual di pusat keramaian.
No comments:
Post a Comment