Sunday, June 29, 2014

Puasa Pertama

Semalam saya hanya bersahur dengan segenggam nasi dan sepotong ayam goreng. Merasa sudah berpengalaman sejak kecil, saya tak risau akan merasa terlalu lapar, nyatanya saya melalui sehari puasa dengan perut melilit. Mungkin, betul kata Nabi, bahwa Sahur itu 'sunnah' diakhirkan. Mungkin, rasa senang menonton kemenangan Selecao Brasil melawan Chile membuat rasa lapar tak mendera.

Sebelumnya, kami menunaikan shalat Tarawih di surau perumahan bersama tetangga. Encik Majid, asal Thailand, yang kebetulan seorang penghapal al-Qur'an (hafiz) memimpin sembahyang malam. Sementara, azan Isya dilantunkan oleh Nazwan, mahasiswa UUM asal Iraq. Kami bersepakat untuk menunaikannya 8 rakaat dan 3 witr. Tak hanya membawakan surat al-Baqarah, jiran kami tersebut membacanya dengan suara yang indah.

Tentu, hari pertama puasa begitu menyenangkan karena Pakcik Malik bersama keluarga yang berasal dari Kelantan dan menantu, dr. Adi, mengunjungi kami, untuk menjenguk bayi yang baru dilahirkan, Mutanabbi Makhzumi. Mereka adalah keluarga kami yang bisa berbagi cerita. Cikgu Malik, banyak orang menyebutnya demikian, karena beliau dan isteri adalah mantan guru, acapkali berbicara dengan Nabbiyya dalam bahasa Inggeris. Meskipun terbata-bata dan seringkali mencampur aduk bahasa Melayu dan Inggeris, Nabbiyya justeru bisa menghangatkan kebersamaan karena ia tak pernah menyembunyikan pikirannya yang sering mendatangkan tawa. Bayangkan! Ia dengan lugas menyebut temannya yang tak disuka dan disuka tanpa basa-basi.

Menjelang Maghrib, saya sendirian pergi ke Pasar Ramadhan Tanah Merah tak jauh dari Masjid al-Muttaqin. Di sini, begitu banyak orang membeli makanan dan kue untuk berbuka. Saya pun membeli makanan ta'jil berupa sari pati kedelai (dadih), sate, dan kue tradisional. Menariknya, penjual sate meletakkan spanduk yang turut menyertakan alamat Facebooknya. Anda berminat? Sila berhubung melalui media sosial. Selamat bersantap menu! Setelah tubuh tegap, jiwa perlu jaga agar tak terlelap. 

Murid Sunan Kalijaga

Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.