Awalnya, perkumpulanm [baca: Persatuan Pelajar Indonesia Malaysia] ditabalkan untuk ajang mengatur pelbagai kepentingan menjadi kekuatan tunggal yang mempercepat tercapainya tujuan bersama. Namun, lain di komitmen, lain juga di perbuatan. Setiap individu ingin memaksakan keinginannya. Tentu saja, banyak alasan yang diungkapkan dengan dikemas secara meyakinkan.
Tak ada yang perlu dirisaukan, sebenarnya. Perbedaan itu, pada dasarnya, adalah wujud dari kehendak kuasa yang perlu dijelmakan jadi kenyataan. Tapi, kenapa harus menginjak 'jempol' kaki orang lain? Bukankah, dengan kebersamaan semua tampak lebih ringan?
Lagi-lagi, saya juga harus memilih antara dua hal yang dilema. Jika, saya memilih satu, tetapi saya tetap bertegur-sapa dengan yang lain. Bagaimanapun, keduanya disatukan oleh perasaan primordial sejati, kemanusiaan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pagi Sore
Dari Bidakara, saya dan Mas Duri ke warung Padang Pagi Sore. Anehmya, kami menikmati makan malam. Saya merasakan kenyal kikil dan menyedap c...
-
Buku terjemahan saya berjudul Truth and Method yang diterbitkan Pustaka Pelajar dibuat resensinya di http://www.mediaindo.co.id/resensi/deta...
-
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
-
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
1 comment:
Kita masing2 diberi pilihan; memilih atau tidak memilih? Kalau memilih, itu hak kita. Tak memilih pun hak kita juga. Orang lain tak boleh kata apa2 sebab itu memang hak kita. Tapi berapa kalikah kita diberi peluang, kebebasan untuk membuat keputusan. Realitinya, hidup di dunia ini harus memilih; antara hidup dengan mati; antara setuju dengan tak setuju; dan banyak lagi; sehingga yang nyatanya kita memang harus memilih.
Post a Comment