Melodrama Heart akan membuat siapapun sesunggukan, meskipun kedalamannya masing-masing berbeda. Saya yang 'dewasa' (Maaf, menyebutnya tua, saya tak tega pada diri sendiri) cukup menikmati alur cerita. Siapa yang tidak akan terbetot oleh suasana puncak Pangalengan yang sejauh mata memandang adalah kehijauan?
Karakterisasi tokoh cukup bagus. Rachel, Farel, dan Luna telah menunjukkan perwatakan yang khas. Farel adalah anak muda yang menyenangkan karena 'peduli', terbuka dan terus terang. Rachel adalah wajah lain dari orang yang setia, tapi tidak tahu bagaimana agar orang lain mengerti. Luna tak lebih dari orang yang dirundung nestapa karena sedang menunggu detik ajal tiba. Lalu, cinta telah merubah semua!
Dibandingkan dengan film bercorak sama, Wicker Park yang dibintangi oleh Josh Hartnett (sebagai Matthew) dan Rose Byrne (sebagai Alex), saya lebih menyukai film ini. Heart terlalu menguras emosi yang tidak perlu. Berkali-kali kita disuguhi adegan 'airmata'. Di Film, Wicker Park, saya hanya sekali melihat kedua tokoh utamanya menangis, tapi tidak terlalu ditonjolkan hingga efek dramatiknya wajar.
Kedua film di atas sama-sama menghibur. Apalagi, di setiap scene tertentu, ada soundtrack yang membuat visualisasi pesan tambah kokoh. Ya, kata orang Arab الموسقي تختاز علينا (Musik membuat kita istimewa).
Mungkin, dialog di dalam Heart yang menancap kuat di benak adalah ketika Rachel mengatakan bahwa cinta itu adalah kebersamaan. Ya, kebersamaan yang tidak harus menjadi sepasang kekasih, karena hakikatnya hati Rachel telah dicangkokkan ke tubuh Luna, sehingga apa yang dikatakannya itu sebuah keyakinan dan sekaligus kenyataan.
Dialog dalam film Wicker Park menjadi mudah karena saya mengaktifkan 'subtitle'. Ketika Lisa (Diana Kruger) diajak untuk hidup bersama oleh Matthew sebenarnya ia menerima, tapi tak diungkapkan secara verbal. Kata Lisa, kata kadang tidak cukup untuk menunjukkan komitmen, tapi kesabaran untuk mewujudkan sebuah perasaan kasih itu adalah bukti agung tentang kesetiaan.
Ups, kesetian? Yah, pasti semua orang mempunyainya, tapi kadang kita tak tahu untuk siapa ia akan diberikan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Murid Sunan Kalijaga
Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment