Untuk pertama kalinya PPI menghelat sebuah diskusi 'kecil' dalam memancing minat mahasiswa dalam mengenal dirinya dan persoalan bangsanya. Acara-acara sebelumnya boleh dikatakan lebih memerhatikan seremoni bukan diskusi intensif yang tidak memerlukan 'tetek bengek' sebuah acara yang biasanya diisi sambutan.
Tema acara ini adalah Persatuan, Sebuah Keniscayaan: Antara Harapan dan Kenyataan. Sebagai nara Sumber adalah Suyatno, MA, Mahasiswa PhD Ilmu Politik Universitas Sains Malaysia. Sementara peserta dari diskusi adalah Irfan, Haswin, Yatno, Hilal, Doni, Ahmad, Cut, Gaby, Dita , Ahmad, Pangeran, Fajar dan Dede.
Perbincangan ini mengandaikan keinginan untuk menciptakan hubungan sinergi antara masyarakat kreatif dan pemerintah, yang meliputi isu penting, di antaranya keinginan untuk maju dan berubah dimiliki oleh keduanya, tidak adanya titik temu untuk saling bekerja sama, masing-masing mempunyai kepentingannya sendiri dan demokrasi adalah modal penting untuk kemajuan, tapi bukan panacea (obat mujarab).
Dari mana memulai untuk mewujudkan cita-cita di atas? Jawabanya dari kita sendiri. Paling tidak dari beberapa gagasan yang sempat terlontar dalam perbincangan ini meliputi:
1. Tidak semestinya Lembaga Swadaya Masyarakat mewakili kepentingan khalayak, dengan demikian PPI mempunyai kesempatan untuk berbuat untuk kebutuhan anggota dan lebih jauh untuk Indonesia 2. Media alternatif bisa dijadikan untuk membuat masyarakat tidak mudah lupa (amnesia), seperti kenaikan BBM sengaja ditutupi dan orang disibukkan dengan kasus Front Pembela Islam dan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Berbangsa dan Beragama. 3. Media mainstream tidak mewakili keinginan kritis masyarakat 4. Kebersamaan organisasi atau apapun berakar pada kesamaan visi, dan kita hadir dalam kegiatan pergerakan mahasiswa karena tekad yang kuat untuk merawat keindonesiaan, sehingga perbedaan yang berakhir dengan pemisahan harus diakomodasi melalui dialog. Dari sinilah lahir otonomi. Lebih jauh, kata Mas Yatno, kontrak politik itu hakikatnya adalah pemenuhan kesejahteraan 5. Merawat Indonesia adalah merawat PPI 6. Liason Officer PPI sebagai pintu gerbang mahasiswa Indonesia mengenal USM dan diterima oleh LO untuk memulai tinggal di kampus, institusi tempat bertanya melalui website, sebagai alternatif 7. PPI bukan organisasi massa 8. Menjadi pelajar yang baik tidak harus menyelesaikan studi cepat, lama dengan catatan tidak mengganggu keuangan keluarga dan banyak melakukan kegiatan seperti diskusi, membaca dan akhirnya berpikir dan membaca yang baik, dan lebih penting membuat pilihan agar terpenuhi unsur-unsur kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran 9. Anjuran untuk mengenal Malaysia lebih dekat dari pelbagai sudut pandang, berkaitan dengan budaya, dan sekaligus warga Negara Indonesia di sini, seperti dilakukan oleh Mas Hilal dengan advokasinya pada tenaga kerja Indoensia 10. PPI harus fokus pada usaha untuk mendapatkan hasil maksimal, rujukan survey Ahmad Farisi bisa dijadikan pertimbangan dalam melakukan kegiatan ke depan 11. Dede mengusulkan agar PPI harus lebih memberikan perhatian pada kerja-kerja konkret dari persoalan yang muncul sebelumnya 12. Proses itu penting dalam ikhtiar mencari pengetahuan dan dengan sendirinya kita memeroleh pengalaman dan makna 13. Pandangan dikotomis, kata Irfan, harus dihindari karena menjebak kita pada pandangan hitam putih (binary distinction) 14. Mencintai dan menggunakan produk bangsa sendiri, seperti produk Mustika Ratu, Sari Ayu, Extra Joss (sponsor acara Sparkling), dan lain-lain 15. Ilmu sosial mengajarkan kritik dan paradigma sehingga tidak terjebak pada kebingungan karena ia segenap persoalan hakikatnya bisa dijelaskan 16. Menjelaskan Indonesia secara persuasif kepada warga Malaysia dan 17. Perbedaan tidak disikapi antipasti tetapi justeru didekati untuk menemukan persamaan Memiliki budaya dengan sendirinya mengandaikan keinginan merawat agar tidak punah.
Mungkin peserta yang lain akan menyodorkan catatan yang berbeda bagaimana merawat Indonesia agar kita bisa memahami sejauh mana warganya mengerti persatuan dan kesatuan melalui tindakan bukan sekadar jargon.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Murid Sunan Kalijaga
Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment