Dua hari yang lalu saya terkejut karena pagar surat di flat kami tampak terang. Oh, ternyata, tembok itu telah dicat kembali, warna hijau muda. Jika sebelumnya, pengeras suara itu membuat saya tergerak segera turun ke bawah, sekarang, saya lebih merasa nyaman dengan wajah surau yang tidak redup seperti sebelumnya.
Saya sendiri berusaha sekuat tenaga untuk berjamaah di sini, paling tidak shalat Maghrib. Memang tidak banyak yang melakukannya, tetapi ini tidak menyurutkan niat saya untuk memakmurkan tempat ibadah ini. Selain menciptakan hubungan ketetanggan yang akrab, shalat jamaah merupakan sarana mengenal orang lain. Maklum, flat yang dihuni begitu banyak orang ini tidak memungkinkan penghuninya untuk saling berbagi, tanpa adanya sarana yang bisa mewujudkan tali silaturahmi yang intim. Nah, surau inilah yang mampu menciptakan suasana kebersamaan itu.
Zamri adalah salah seorang pengunjung surau yang rajin. Meskipun masih berusia belasan, dia telah berperan besar merawat rumah ibadah ini, dengan sering mengumandangkan azan. Tentu, ini membantu penghuni flat untuk bergegas turun ke lantai bawah. Lain pula dengan Encik Yusuf yang 'mungkin' telah membuat surau ini kelihatan bersih. Bapak yang masih muda inilah yang sering menyuarakan azan di waktu subuh, sehingga membuat tidur nyeyak saya terhenti.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pagi Sore
Dari Bidakara, saya dan Mas Duri ke warung Padang Pagi Sore. Anehmya, kami menikmati makan malam. Saya merasakan kenyal kikil dan menyedap c...
-
Buku terjemahan saya berjudul Truth and Method yang diterbitkan Pustaka Pelajar dibuat resensinya di http://www.mediaindo.co.id/resensi/deta...
-
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
-
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
No comments:
Post a Comment