Monday, December 22, 2008

Makan adalah Mengasup Bahan

Bagi saya, makan adalah persoalan mengasup untuk mendapat energi setelah lelah menjalankan aktivitas. Dengan nasi, tempe dan sayur, saya telah merasa cukup. Apalagi ditambah krupuk dan sambal, makan menjadi sempurna. Lalu, rutinitas ini diparipurnai dengan seteguk air. Jika ada buah, saya merasa telah mengikuti aturan makan yang sehat. Sepertinya, pencernaan saya mendapatkan pasokan yang melancarkan kerjanya.

Lalu, apakah saya menampik makanan yang dilakukan secara seremonial? Maksudnya dimulai dengan penaik selera (appetizer), makanan utama, lalu pencuci mulut (desert). Tidak, sebab ini adalah pengalaman menikmati lezatnya makanan. Meskipun kadang membosankan karena saya menunggu terlalu lama untuk beranjak dari meja makan. Ia adalah penjara yang menyenangkan. Sambil ngobrol ke sana ke mari, saya menikmati udang yang menjadi pembuka. Ditingkahi ketawa dengan kawan yang kebetulan terlibat dalam kegiatan ini, acara makan menjadi tidak menjemukan. Mungkin karena tidak terbiasa, saya kadang merasakan perut ini sesak.

Sejauh mungkin saya selalu mengincar ikan dan sayur karena dua menu ini, katanya, baik untuk kesehatan. Memang tidak mudah, sebab aneka makanan daging lebih mengundang selera. Tapi, inilah hidup. Jika kita memilih, kita harus bersedia menerima akibatnya. Pendek kata, kitalah yang menentukan sehat dan tidaknya tubuh ini.

No comments:

Syawal Keduapuluh

Bedah buku The Gene oleh Siddharta Mukherjee tidak menampilkan satu atau dua pembicara, tetapi memberikan kesempatan pada peserta untuk ber...