Sebanyak berapapun uang di kantong, kita hanya mengasup sepiring nasi, sedikit lauk dan dua potong buah. Lalu, mengapa kita bertungkus-lumus bekerja menumpuk kekayaan? Karena asupan batin itu tak terbatas. Benarkah demikian? Lalu, apakah sejatinya batin itu? Bahagia itu bukan mempunyai banyak harta tetapi kemampuan menahan laju hasrat. Sepertinya, unsur terakhir ini akan senantiasa membayangi langkah kita. Kalau dibiarkan bermaharalela, kita bisa disandera dan bahkan dipenjara hingga tak terkira.
Setelah makan, kita hanya perlu berhenti sejenak untuk merenung dengan bermenung atau mencatat dengan pena. Dialog dengan diri-sendiri mengantar kita pada ruang perseteruan raga dan jiwa. Memenangkan jiwa tidak berarti menghukum raga. Semoga.
2 comments:
benar kata Dr... entry yang pendek dan ringkas namun sangat mendalam maksudnya.
Terima kasih, Zairriyza Mustafa. Semoga perkongsian akan melahirkan pengetahuan dan tindakan.
Post a Comment