Friday, May 31, 2013

Olahraga, Ekonomi dan Moralitas

Donald J Trump dan Robert T Kiyosaki memandang penting olahraga dalam membentuk kepribadian seseorang. Saya bersetuju, tetapi tidak berpandangan sama dalam kaitannya dengan pandangan ekonomi kedua jutawan ini (baca: Why We Want You To Be Rich, dalam edisi Bahasa Melayu, Selangor: PTS, 2012).

Manusia memang harus kaya. Tetapi kalau rumusannya 90% versus 10%, saya melihat ini adalah proporsi yang tidak adil. Apatah lagi, keduanya menempatkan 1% orang adikaya itu sebagai pencapaian yang perlu dirayakan. Bayangkan! Dengan kaya, kata salah satu di antara mereka, saya tak perlu antri naik pesawat. Bukankah ini menunjukkan ia enggan menjadi bagian dari 'keramaian', sementara pada waktu yang sama ia ingin selalu dipuja-puja oleh khalayak dengan seminar keuangan dan wirausaha

Kekayaan manusia harus menimbang kelestarian alam dan kesejahteraan sesama. Jika sebuah sistem mengingkari hal ini tatanan dunia akan goncang. Apalah artinya uang jika si kaya merasa senang sementara ada ratusan juta orang yang kelaparan, tak bisa mendapatkan air bersih dan sulit untuk merawat tubuhnya dari penyakit. Penumpukan kekayaan itu tak baik dan logis meskipun pemiliknya berderma atau menghamburkan sedikit uangnya untuk amal, tanggungjawab sosial perusahaan, dan bantuan-bantuan lain. Akhirnya, pandangan Gandhi mungkin perlu disimak bahwa bumi telah menyediakan cukup, tetapi tidak bagi manusia yang tamak. 

Monday, May 27, 2013

Tak ada Penggaris, Kotak CDpun Jadi

Pagi masih menyisakan kelembutan malam. Saya telah duduk di kursi kantin kampus yang riang. Lalu, saya pun membuka buku Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya & Matinya Makna (Bandung: Matahari, 2012). Enaknya, saya membaca buku ini dengan cara melompat-lompat, dari satu halaman ke halaman lain, dari satu bab ke bab lain tanpa harus berurutan. Saya menyebutnya gaya pembacaan mana suka.

Alamak! Penggaris untuk menandai kalimat penting tak terbawa. Mungkin alat ini tertinggal di buku Cermin Belakangnya Firdaus Abdullah. Aha! Kotak CD ini pun bisa dijadikan pengganti. Siapa bilang pembungkus ini hanya untuk mengamankan cakera padat? Ternyata pembungkus kaca ini membantu menerangkan dengan warna kuning kalimat telah mengambil alih fungsi agama dan ideologi. (hlm. 131), yang diawali dengan kalimat "Di dalam masyarakat yang mengganti kedalaman spiritual dengan kedangkalan citraan dan tontonan, sebuah pertandingan sepakbola, konser musik, rock, fashion show, televisi, menjadi bentuk ritual baru, yang dalam hal tertentu - khususnya dalam kemampuannya mengumpulkan massa - .

Lalu, kalau agama tersisihkan, adakah pengganti dangkal itu mampu mengisi batin mereka yang gerowong? Mari berhitung! Kalau kita bersungguh-sungguh menikmati citraan itu, adakah kita pernah meluangkan waktu untuk menerokai ranah spiritualitas dengan seluruh? Citraan itu jelas hanya menghadirkan absurditas, dan rumah Tuhan itu adalah tempat kita melakukan lompatan iman. Di manakah kita?


Monday, May 13, 2013

Hawking Memboikot Israel

Saya mengambil gambar Stephen Hawking dari surat kabar Republika (10 Mei 2013). Penulis A Brief History of Time telah berpikir secara benar sehingga ia bisa memihak kebenaran.

Kita tentu sejalan dengan keinginan orang di seluruh dunia agar Israel mengembalikan tanah orang Palestina yang dirampas. Kemerdekaan Tanah suci ini adalah mutlak. Hanya Setan Besar yang merasa bahwa sekutu dekatnya itu telah membela hak-haknya.

Tanpa keberpihakan yang nyata, ada banyak orang yang jahat berkuasa, bahkan atas nama agama, hak asasi, dan demokrasi. 

Saturday, May 11, 2013

Rumah Warna


Kami menikmatinya. Tata ruang toko ini tampak menyenangkan dan elegan (Maaf, saya tak sempat mengambil gambarnya). Dengan desain bagus, barang-barang yang dipajang bernilai tanpa harus bertanda 'luar'. Apa pun, kita harus memproduksi barang dengan tangan sendiri. Kalau tidak, kita hanya membeli apa saja dan menjadikan tangan ini tidak berarti.

Produksi rumah warna terbang hingga jauh. Kami berharap orang ramai lebih memilih produk sendiri, meskipun tidak sekeren VSL, Gucci, Benetton, Dolce and Gabbana dan lain-lain. Kalau kita percaya diri, orang akan menghormati kita, bukan pada apa yang  menempel pada badan ini. Dengan bangga pada merek (jenama) sendiri, kita tak mengalami keterpecahan pribadi. Lihat! tas Rumah Warna tampak gagah di bandar udara LCCT KLIA.

Terus terang, saya salut pada teman-teman yang telah merintis perniagaan dengan mengutamakan barang buatan dalam negeri. Damanhuri dan Manshuri mengajari kita bagaimana untuk kaya dengan jalan yang benar tanpa hingar-bingar seperti politikus. Mari bekerja untuk menghasilkan keperluan kita sendiri dengan penuh percaya diri. Menjadi orang dengan tempelan barang-barang orang lain adalah sebentuk penolakan terhadap eksistensi diri yang otentik. Kalau tidak percaya diri, harga diri ini akan mati secara tak tepermanai.  

Murid Sunan Kalijaga

Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.