Sunday, December 11, 2022

Identitas [Madura?] Itu Juga Ilusi?

Tadi, kurir JNE minta dipandu agar paket bisa dikirim ke rumah. Maklum, ia adalah pekerja pengganti. Saya  bilang gang Mekar itu menunjukkan pada toko material yang ada di sebelah kanan. 

Identitas itu ilusif adalah jelas pandangan pascamodern. Ide klasik tentang jati diri adalah pasti, sementara modern rekonstruksi sosial. Jika kedirian itu terlempar, sebenarnya cap itu bukan pilihan. 

Kenyataannya, saya yang disebut sebagai orang Madura, meskipun sehari-hari di rumah dan kampus, menggunakan bahasa Indonesia. Setidaknya, setiap malam Ahad saya menelepon ibu dalam bahasa Pulau Garam halus. Sekali-kali saya mengucapkan kata Madura di dalam kelas, seperti amal, yang jelas maknanya bisa retak. 

Untuk itu, saya Madura, saya pasca Indonesia. Kata inipun tak lebih daripada jargon. Sebab, di rumah, tanda-tanda sebagai orang Madura dan Indonesia tidak ada, selain bahasa. Tetapi, apa perlu simbol itu bila nilai-nilai keduanya telah dilaksanakan keseharian?

Keterangan: Saya membuka bungkus karya ini seraya menikmati gending Jawa.
 

No comments:

Syawal Keduapuluhtujuh

Seusai kelas Tafsir, saya pergi ke musala. Di sini, kami bersua.