Monday, March 06, 2006

Kebahagiaan dalam buku atau dalam realitas?


"Kebahagiaan adalah makna dan tujuan hidup, seluruh cita-cita dan tujuan keberadaan manusia," demikian ujar Aristoteles dalam The Nicomachean Ethics.

Inilah cuplikan dari berita Republika:

Memang, kita semua menyadari bahwa sejatinya hanya satu tujuan dalam hidup ini: menjadi bahagia. Namun, kebahagiaan itu rasanya begitu jauh sehingga sebagian orang merasa tak akan pernah sampai ke sana. Karena meraih kebahagiaan itu sulit maka banyak buku telah ditulis sebagai seikat ilmu dan panduan untuk menghampirinya.

Pada November 2005, Mizan menerbitkan buku Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif karya Martin EP Seligman PhD. Buku ini diberi kata pengantar oleh Jalaluddin Rakhmat.

Untuk membantu kita menemukan kebahagiaan, Martin menawarkan alternatif baru psikologi, yaitu psikologi positif. Berlawanan dengan psikologi negatif, psikologi positif mengarahkan perhatiannya pada sisi positif manusia, mengembangkan potensi-potensi kekuatan dan kebajikan sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan berkelanjutan.
Menurut Jalaluddin Rakhmat, dengan buku ini, kita akan meninggalkan "psikologi bengkel" yang memperbaiki jiwa-jiwa yang rusak menuju "psikologi pandai emas" yang menyepuh logam mulia menjadi lebih cemerlang.

Penerbit Kaifa pada tahun ini juga menerbitkan beberapa buku terjemahan dengan tema kebahagiaan, antara lain Happiness Is, What Happy People Know, dan Smile for No Good Reason.

Buku Happiness Is: Unexpected Anwers to Practical Questions in Curious Times ditulis oleh dr Shawn Christopher Shea berdasarkan pengalaman klinisnya sebagai ahli psikoterapi selama lebih dari dua puluh tahun.

Dalam buku itu dr Shea menunjukkan bagaimana membedakan kesuksesan dengan kebahagiaan, menekankan pentingnya memandang hidup sebagai serangkaian peristiwa untuk dinikmati alih-alih sebagai serangkaian tujuan untuk diraih.

Sebagai seorang psikiater, dr Shea telah menanyai ratusan pasien apa kebahagiaan itu. Dia menerima ratusan jawaban yang berbeda-beda. Namun, meskipun setiap orang berbeda-beda dalam memandang kebahagiaan, dia yakin bahwa terdapat sebuah unsur yang sama pada orang-orang yang telah membentuk rasa kebahagiaan yang kekal. Melalui kerja klinis, penelitian, dan pengalaman pribadinya, ciri-ciri unsur ini menjadi semakin jelas.

Menurut Shea, kita semua adalah makhluk pencari. Macam-macam pencarian kita dalam hidup ini: mulai dari pencarian pendidikan, karier, hingga cinta. Namun, kita kerap mengabaikan pencarian yang paling mendasar dan penting: pencarian kebahagiaan. Tak heran, banyak di antara kita yang akhirnya terjebak dalam "perlombaan tikus."

Untuk menggambarkan hal itu, dengan sangat memikat Shea menceritakan salah seorang pasiennya, Timothy. Kesuksesan selalu didapatkan oleh Timothy, tetapi ia tak pernah bahagia. Setelah menjalani terapi beberapa lama, akhirnya Timothy sampai pada kesimpulan "Kesuksesan bukanlah kebahagiaan. Menemukan kebahagiaan adalah kesuksesan."
Pandangan Shea tentang kesuksesan memang unik. Ia tidak sependapat dengan Sparky Anderson, mantan manajer bisbol, yang mengatakan, "Orang yang sukses adalah orang yang tahun demi tahun mencapai batas tertinggi dalam bidangnya." Namun, ia setuju dengan Bob Dylan yang berpendapat, "Seseorang itu sukses jika ia bangun di pagi hari dan tidur di malam hari, dan di antara itu ia melakukan apa yang ingin ia lakukan."

Buku What Happy People Know: How the New Science of Happiness Can Change Your Life for the Better ditulis oleh Dan Baker PhD, Direktur Program Peningkatan Kehidupan di Canyon Ranch. Dalam pengantar Authentic Happiness, Jalaluddin Rakhmat bercerita secara panjang-lebar tentang epifani yang didapat oleh Dan Baker.

Dr Baker telah mengabdikan hidupnya untuk mengajari orang cara menjadi bahagia. Kliniknya kerap dipenuhi oleh orang-orang yang sukses, namun tidak bahagia. Menurut Baker, akar ketidakbahagiaan, yaitu rasa takut, terletak pada impuls-impuls otak purba yang tak memiliki fungsi lagi dalam kehidupan modern ini. Untungnya, kita telah mengembangkan kemampuan otak untuk berpikir rasional yang dapat membuat kita mengenali impuls-impuls itu.
Kita sering tertipu dalam mengejar kebahagiaan. Menurut Baker, ada lima jebakan kebahagiaan: 1) mencoba membeli kebahagiaan; 2) mencoba mendapatkan kebahagiaan melalui kesenangan; 3) mencoba menjadi bahagia dengan mengubur masa lalu; 4) mencoba menjadi bahagia dengan mengatasi kelemahan; dan 5) mencoba memaksakan kebahagiaan.
Lee L Jampolsky PhD mengarang buku Smile for No Good Reason dengan nuansa jenaka. Dalam buku ini, Dr Jampolsky membagi serangkaian pelajaran untuk membantu kita merasakan kebahagiaan yang lestari --kebahagiaan yang tidak berubah meskipun kita kehilangan pekerjaan atau pasangan hidup, atau jumlah penghasilan kita menurun.

Dr Jampolsky menyampaikan banyak kisah jenaka dalam buku ini yang mengajarkan bagaimana menukar rasa takut dengan cinta, egoisme dengan pelayanan, dan amarah dengan kebeningan hati. Menurut Lee, sikap kita adalah alat yang paling penting untuk membangun kebahagiaan. Mengubah hidup tanpa mengubah sikap seperti mengecat di atas permukaan yang berkarat -- akan tampak bagus hanya sampai karatnya muncul kembali.
Keempat buku yang saya ulas di atas hanyalah sebagian kecil dari banyak buku tentang cara menjadi bahagia yang telah ditulis oleh para pakar kebahagiaan sepanjang sejarah. Dan jika William James mengatakan bahwa sesungguhnya semua yang kita lakukan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan maka bukankah itu berarti bahwa semua buku pun bertujuan membuat kita bahagia?

(Haris Priyatna, editor buku ) http://www.republika.co.id/koran.asp?kat_id=319

Oh ya, lalu bahagia itu ada di buku ya?

No comments:

Murid Sunan Kalijaga

Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.