Monday, March 05, 2007

Dokter yang baik

Setiap satu semester, saya harus membayar RM 40 untuk kesehatan. Saya rasa ini sebanding dengan pelayanan yang diberikan oleh klinik USM (universitas Sains Malaysia) dan sekaligus pelayanan yang baik dari ibu dokter Noormala.

Tadi, saya diberi surat pengantar oleh dokter untuk cek darah, agar bisa diketahui pengaruh obat yang diminum pada hati, ginjal dan bahkan sekaligus untuk mengukur kadar gula dan lemak (kolesterol). Selain itu, beliau memastikan tentang kehidupan keseharian berkaitan dengan olahraga dan makanan. Mengenai yang terakhir, beliau menyarakan untuk makan sayuran yang mengandung zat besi, minum susu, kedelai (soya), yoghut dan ikan.

Setelah keluar dari ruang praktik, saya menuju ke apotik untuk mengambil obat. Kemudian, saya mendaftar untuk melakukan cek darah. Staf di bagian ini mencatat nama saya dan membuat temu janji (appointment) pada tanggal 12 Maret 2007 sebelum jam 10-an, dengan catatan harus berpuasa sejak jam 9 malam hingga pagi sebelum diambil darahnya. Lagi-lagi, saya menemukan keramahan seorang pegawai klinik.

Dengan obat di tangan, saya segera ke perpustakaan Pusat Islam untuk mengembalikan buku yang udah terlambat 1 hari. Denda yang harus dibayarkan untuk keterlambatan sehari adalah RM 10 sen. Saya tidak merasa kehilangan uang yang jumlahnya tidak seberapa ini, tapi kelalaian untuk melakukan sesuatu tepat waktu tidak bisa dinilai dengan duit. Bukankah, kita harus belajar untuk melakukan sesuatu dari hal kecil? Ya, kebiasaan mengabaikan hal kecil akan melahirkan sikap cuai pada hal besar. Tulisan MT Zen di Jawa Pos hari ini bertajuk Sikap Permisif Dasar Budaya Korup memperlihatkan bahwa kecintaan untuk memulai sesuatu yang sederhana akan melahirkan penghargaan yang lebih besar pada sesuatu yang juga lebih besar.

Mungkin, tak ada salahnya saya mengatur jadual yang lebih baik dan membuat skala prioritas agar tidak lagi merasa beban yang beban untuk pikiran jiwa.

No comments:

Mengenal Pikiran

Kaum idealis dan materialis melahirkan turunan cara berpikir. Saya memanfaatkan keduanya tatkala mengajar Filsafat Takwil di Universitas Nur...