Monday, October 27, 2025

Rindu Pondok

Kembali pulang itu mengais potongan-potongan kenangan. Kami belajar di bawah asuhan Kiai Ahmad Basyir AS melalui ucapan dan tindakan. Di sini, kami juga merasakan ketulusan para senior menjaga kebajikan para santri.


Di tengah malam, kami dibangunkan untuk salat. Seraya menunggu subuh, santri belajar dengan berlampukan pelita, karena listrik dimatikan sejak pukul 11 malam. Hapalan nazham Alfiyyah Ibn Malik adalah sebagian kaidah pembelajaran. Bagaimanapun, kepahaman adalah tujuan dari pendidikan dan akhirnya tindakan adalah puncak dari pengetahuan.
Meletakkan sajadah di baris pertama adalah tiket untuk mengaji Al-Qur'an di musala kiai. Sebelumnya, kami berebut untuk mendapatkan giliran, sehingga sekali waktu pintu jebol. Kiai tak marah dan bertanya, ada apa? Kami merasa sangat bersalah.
Di bulan Ramadhan, sejak pagi hingga sore, kami mengaji kitab dengan makna bahasa lokal. Agama dari Arab yang jauh dihayati dalam bahasa ibu. Itulah mengapa kami bisa bertahan duduk seharian. Hanya kini, setelah menua, saya harus menegakkan tulang belakang setelah satu dan dua jam bersiduduk.
Kami pun bisa mengikuti pengajian Riyadhusshalihin pada Kiai Ishomuddin dan Alluma' pada Kiai Mahfud. Tentu, ini adalah pengalaman lain, karena kami harus berjalan, melangkahkan tungkai. Lagi-lagi, pengalaman terakhir ini mengingatkan saya pada almarhum Kiai Muzakki, guru tata bahasa Arab, yang berjalan kaki dari kediamannya ke madrasah.
Bagi saya, kata yang bisa menggambarkan pengalaman belajar dulu adalah kesederhanaan, ketulusan, kesungguhan, dan kedalaman. Hal terakhir inilah yang seringkali menggoncang kesadaran untuk mengikuti teladan pengasuh, yakni senantiasa berjemaah dan membaca kitab suci.
Namun, pondok tidak hanya menjadi ruang belajar agama, tetapi juga kealaman dan kemasyarakatan. Kami belajar fisika, kimia, dan biologi. Malah, kehadiran sukarelawan dari Amerika menambah asupan lain tentang kepekaan sosial bahwa liyan itu adalah cermin, bukan seteru. Saya bisa mengetik 10 jari berkat kursus yang dirintis oleh Thomas Hutchins dan mendengar lagu Yusuf / Cat Stevens karena lirik Morning Has Brokennya dijadikan bahan pembelajaran bahasa Inggris.
Alhamdulillah, tugas terakhir sekolah saya adalah kajian semantik Al-Qur'an yang dilakukan Toshihiko Izutsu. Inilah yang memberikan saya kartu untuk mengajar Kajian Al-Qur'an di kampus dan sekaligus senantiasa untuk "membaca" kitab suci. Aha! tugas lain adalah memahami agama sipil Robert N Bellah, yang meneguhkan kehadiran negeri Paman Sam yang pertama dialami dengan kedatangan Gavin, Thomas, dan Rob ke pondok.
Nah, Ibn 'Arabi yang dikaji di S1 itu adalah ingatan tentang ketenangan yang diajarkan oleh kiai dalam memaknai salat. Kita cukup diam dan tak lagi percaya pada kata-kata dengan meminta kami untuk tidak bising sebelum menunaikan sembahyang. Memang dalam ibadah ini kita membaca huruf, tetapi pada akhirnya ia dihapus dalam pikiran karena ia tidak cukup untuk menghadirkan Tuhan.

No comments:

Guru

Pak Mashduqi adalah Ustaz Sejarah Islam di MTs Annuqayah Guluk-Guluk. Beliau mengenalkan kami Hiraqla atau Hiraclius, raja Romawi. Saya yaki...