Saturday, September 18, 2010
Si Kecil dan Keluarga
Di kanan kiri lantai bawah sebuah mal terbesar di Pulau Pinang terdapat gerai makanan cepat saji, seperti Pizza Hut, MacDonald, Secret Recipe, KFC, tapi kami memilih arena, tempat makanan yang cocok dengan lidah, yaitu nasi campur, tomyam dan sizzlyng. Makanan segera (instant) tak baik bagi kesehatan, anehnya saya dulu merasa nyaman dengan menu yang dibuat tergesa-gesa. Untuk apa hidup terburu-buru? Sebuah raihan yang menggunung untuk memuaskan hasrat? Padahal, hasrat adalah sumber bencana. Di sini, pemuasan tak mengenal kata henti. Memilih adalah sesederhana kita melangkah kaki ke tempat yang lebih baik, yang mungkin memerlukan pelaziman (conditioning) agar kita bisa berpikir dalam sekian detik untuk membuat keputusan.
Memang, warung makan ini tak secantik gerai multinasional. Pengaturan kursi dan meja tidak membuat mata menyala, layaknya sebuah restoran Pizza Hut, misalnya. Bentuk kursi dan meja pun menunjukkan keperluan praktis, tak dibuat khusus untuk memenuhi selera keindahan. Demikian pula pencahayaannya terang-benderang, mengingat warung makan seperti ini diperuntukkan orang ramai, massal. Hiasan di dinding hampir membosankan karena tak mencerminkan selera artistik, meskipun itu bisa dilakukan hanya dengan menempelkan lukisan yang bisa dibeli di pinggir jalan. Pendek kata, keindahan itu bisa diciptakan dengan harga murah. Apa lacur, mereka yang mendatangi warung ini rata-rata adalah orang kebanyakan yang ingin mengasup makanan, sementara tempat-tempat yang lebih bergengsi adalah tempat rehat segelintir orang yang beruang.
Bagi sebagian kecil orang, urusan makan menjadi urusan yang tidak sesederhana saya menghilangkan rasa lapar. Tempat makan kadang menjadi tempat untuk membuat hati nyaman, sehingga mereka mencari tempat yang juga mempunyai suasana yang menyenangkan. Bagi mereka, kebersihan adalah syarat mutlak sebagaimana juga hal remeh-temeh lain. Alamak, ternyata mereka menganggap hal sepele itu adalah sangat penting. Lalu, persoalannya, adalah keindahan itu bersifat objektif? Ini pun memerluan buku tebal untuk menguraikannya. Menariknya, siapa pun tahu, mereka yang hadir di rumah makan mahal yang membaca buku, sementara di warung makan kebanyakan itu kita menemukan obrolan, paling banter pengunjung yang membaca koran.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Murid Sunan Kalijaga
Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment