Monday, July 04, 2022

Kajian KItab

Kajian kitab al-Da'wah al-Tammah wa al-Tadzkirah al-'Ammah memperlihatkan ruang publik pesantren yang menarik.
Perbedaan terhadap pembacaan semantik dan pemahaman terhadap teks tidak membuat peserta harus menaikkan suara, tetapi logika. Keadaban mengemuka. Contoh, "khatir" dalam bagian ketiga itu diterjemahkan yang terhormat atau bikin khawatir, yang secara kebahasaan akan mempengaruhi pengertian.
Andai gelar wicara di televisi dan debat di parlemen didasarkan pada pencarian kebenaran dan keadilan, saya pikir setiap individu akan menimbang sesuatu dengan jernih, seperti ditunjukkan para masyayikh, ustaz, dan santri.
Dalam sesi tasaul, misalnya, pesertai tidak hanya bertanya tetapi juga menyisipkan pandangan. Demikian juga jawaban menunjukkan sikap, seperti khilafah itu adalah kepempinan yang didasarkan pada integritas, kualitas pribadi.
Apakah kita harus berdiam diri (sukut) terhadap konflik para sahabat nabi? Tidak, kata Gus Fayyadl dalam tanggapannya. Ia harus direspons sebagai peristiwa historis. Sebagai penutup, Kiai Zuhri menegaskan bahwa tugas mengingatkan kekuasaan adalah dilakukan melalui pendidikan dan dakwah. Sebab wajah dari penguasa adalah wajah masyarakatnya. Jadi kalau pemimpinnya buruk, itu adalah watak dari warganya.
Secara pribadi, saya menyoroti isu "syura" dan demokrasi yang sempat mengemuka dalam forum, yang dipandang atas dasar semangat yang sama, yakni permufakatan. Masalahnya adakah "deliberatif" betul-betul telah dipraktikkan ketika keputusan itu disandera oleh segelintir, seperti UU Cilaka, dll itu?

 

No comments:

Syawalan Kelimabelas

Saya akan menjemput Biyya seusai mengajar pada pukul 14.20. Ketika selesai mengajar Tafsir Modern dan Kontemporer, saya segera menuju parkir...