Sunday, September 11, 2022

Pondok dan Kekerasan

Gambar ini tertera dalam buku Hefner, Making Modern Muslims: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia. Anggitan karya yang bermula dari proyek penelitian ini dilatari oleh tindakan kekerasan yang dilakukan pelajar (santri) pondok di banyak negara Asia Tenggara.
Kini, kekerasan itu terjadi di dalam pondok itu sendiri. Dengan mengakui ini, kita akan memiliki arah baru pesantren, tanpa harus menghilangkan jati diri yang selama ini melekat pada dirinya, yakni kepatuhan, kedisiplinan, dan kesederhanaan.
Mungkin, pandangan pendidikan pondok yang tertutup tak sepenuhnya benar. Justru, tatkala para kiai dan ustaz membahas kitab -Da'wah al-Tammah wa al-Tadzkirah al-'Ammah oleh Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, dalam kegiatan bulanan di Nurul Jadid, mereka berbeda pandangan dalam banyak hal, seperti makna semantik kata, pemahaman teks-konteks, dan relevansi dengan dunia baru.
Malah, pernyataan yang dilontakkan oleh Kiai Qushairi bahwa pemimpin kafir yang adil lebih baik daripada muslim ketika membahas soal "wilayah" sangat menarik. Meskipun gagasan ini bukan baru, tetapi bahwa ia dipahami secara progresif oleh seorang kiai, adalah sungguh amat memantik pikiran kritis banyak pihak. Apakan tidak, jutaan orang muslim di negeri ini tidak memiliki mutu sebagai pemimpin!
Pendek kata, seluruh pengetahuan bisa hadir dalam halaqah ini tanpa halangan. Malah, Kiai Mushthafa Badri bertanya secara retoris apakah ketundukan pada pemimpin mendudukkan warga pada obyek yang pasif? Misalnya, apa sikap peserta pengajian ini terhadap kenaikan BBM?
Saya sendiri memilih menolak kenaikan. Sebagai wujud terhadap pemahaman, saya akan turun ke jalan. Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.

No comments:

Syawalan Keduapuluhlima

Tujuan utama dari karya saya ini adalah melebihi epistemologi keilmuan Islam tradisional. Apa yang terlalu sering dielu-elukan sebagai sesua...