Semalam, sesudah Isya, tetangga sebelah berkunjung. Tiba-tiba, beliau membuka persoalan perselisihan tata cara shalat. Ya, sebelumnya, di surau, sang imam lupa, pada sujud kedua mengucapkan salam, namun tak sempat melanjutkan salam yang kedua, kembali melanjutkan shalat Isya. Katanya, shalat itu batal. Makmum harus menggantikan posisi imam. Saya dengan khusyu' mendengar uraiannya tentang ikhtilaf (perselisihan) di kalangan imam mazhab.
Namun, hebatnya, bapak tua itu tidak ingin merusak suasana surau dengan mengangkat isu itu ke permukaan. Beliau lebih menjaga kebersamaan, dibandingkan harus menyodorkan pertikaian penafsiran. Meskipun, sempat gundah, dia harus memikirkan betapa rukun shalat yang dilanggar itu sangat fatal. Saya membiarkan bapak baik hati itu terus meluahkan semua yang ada di benaknya tentang hukum ibadah. Saya hanya mengangguk dan sekali-kali menimpali.
Lebih dari itu, kesempatan malam itu menyegarkan kembali bacaan saya tentang fiqh ibadah yang telah tertimbun banyak teori dan remeh temeh yang lain. Saya hanya menegaskan pandangannya bahwa jangan sampai surau yang hanya dihadiri segelintir itu bubrah gara-gara perbedaan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Syawalan Keduapuluhenam
saya pernah mengulas buku berjudul Santri Kendilen bersama Pemuda Desa Alastengah. Karya KH Zainul Mu'ien tersebut membahas pengalamann...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Dulu tatkala membaca karya Louis Dupre, saya menekuri teks berupa anggitan huruf-huruf di atas kertas. Penulis "Religious Mystery and...
No comments:
Post a Comment