Wednesday, June 04, 2008

Berbagi Sejarah antara Serumpun


Melihat berita New Straits Times tentang manuskrip bertajuk Local history, but viewed from afar (2/6/08), saya segera memfoto kopi untuk dijadikan bahan penelitian yang sedang dijalankan dan sekarang memasuki bulan ke-9. Saya telah menyerahkan dua laporan dan untuk laporan ke tiga, saya ingin memberikan satu makalah yang lebih utuh tentang naskah manuskrip Bahr al-Lahut yang diperkirakan ditulis pada abad ke-12 oleh 'Abdullah 'Arif.

Menurut Siti Mariani SM Omar, direktur pelayanan Malaysiana Perpustakaan Nasional Malaysia, bahwa perpustakaan ini terlibat dalam pengambilalihan manuskrip sejak tahun 1984. Biasanya, pihak pustakawan menilai dokumen, lalu melakukan penawaran harga. Baru-baru ini, mereka membeli sebuah naskah al-Qur'an abad ke-19 dari Australia seharga RM 1,070 (sekitar Rp 3.038.800 dengan kurs rupiah di Money Changer Bukit Jambul RM 1=Rp 2840).

Tambahnya lagi, dia telah memperoleh banyak manuskrip dari Srilanka, Aceh, Thailand dan di pedalaman Kelantan dan Trengganu, dua negara bagian di Malaysia. Bahkan, salah satu manuskrip diperoleh di Sotheby, rumah lelah internasional tertua kedua di dunia di London. Katanya, naskah ini merupakan sedikit manuskrip pertama yang mengandung syair (sajak) Melayu. Ia dibeli pada tahun 1984. Sayangnya, dia tidak menyebut harganya. Jika naskah yang diminati itu tidak boleh dibawa, pustakawan akan meminta dibuatkan dalam bentuk microfilm.

Tapi, pesanan saya versi Bahr al-Lahut dalam bentuk microfilm dari Universitas Leiden Belanda tak bisa dipenuhi karena hilang, meskipun tertera dalam katalog perpustakaan universitas. Namun demikian, saya telah mendapatkan 7 versi dalam bentuk salinan dari manuskrip asli dan ini lebih dari cukup. Sekarang, saya sedang menyalin edisi Melayu yang terjemahannya ditulis dengan huruf Arab pegon dan bahkan beberapa penjelasan malah diungkapkan dalam bahasa Arab. Satu penanda bahwa penerjemahnya memang jago dalam salah satu rumpun bahasa Semitik ini.

No comments:

Murid Sunan Kalijaga

Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.