Thursday, May 07, 2009
Merawat Tradisi
Gambar di atas adalah sebagian upacara potong rambut. Tradisi Nabi yang telah dipelihara pelbagai generasi. Demikian pula sebelumnya, saya harus membawa sekantong plastik ari-ari yang diletakkan di bawah kotak bayi. Malam itu, saya harus membawanya ke rumah dan membersihkannya hingga tak berwarna merah, karena darah. Ternyata perlu waktu lama karena darah itu seakan-akan terus mengalir. Aha, saya kemudian meletakkan di wadah yang terbuat dari plastik berlubang, sehingga saya hanya perlu membuka kran dan air mengalir deras. Dalam benak, manusia ternyata mempunyai semacam kepompong sebelum lahir ke dunia.
Keesokan harinya, saya membawanya ke kampus. Lalu, atas jasa baik Pak Supri, teman Indonesia yang sedang mengambil ilmu komputer, ari-ari itu ditanam di belakang rumahnya, keluarga mahasiswa Asing 'Aman Damai'. Alhamdulillah, cangkul kecil itu mampu menggali cukup dalam sehingga 'bagian' dari si kecil itu bisa dikebumikan dengan baik. Lalu, saya memasukkan asam dan garam agar baunya tidak mengundang binatang malam. Kemudian, di atas gundukan tanah itu diletakkan sebongkah batu, semacam tanda, nisan, atau penghalang agar binatang liar yang acapkali berkeliaran di sana tidak menghidu bau sesuatu.
Jauh hari sebelumnya, saya telah membeli secarik kain kafan putih sebagai pemenuhan banyak petuah agar ari-ari itu diperlakukan sebagaimana layaknya manusia. Tentu saja saya tidak menerangi dengan lampu sebagaimana di kampung, karena ia ditanam di belakang rumah seorang kawan. Demikian juga, saya tidak mungkin mengebumikannya di depan rumah, seperti dulu ari-ari saya disemayamkan, karena kami tinggal di sebuah flat. Hingga hari ini, saya tak pernah menyambangi uri (sebutan jiran kami untuk ari-ari) dan saya berharap ia telah menyatu dengan bumi. Damai bersama kebaikan teman-teman yang senantiasa bertanya kabar tentang puteri kami dan sebentuk doa yang mereka berikan. Mungkin kebajikan mereka yang menggantikan cahaya lampu yang biasanya dipasang di atas sebuah tutup yang dibuat dari tanah liat dan berlubang di sana-sini agar pelita yang ditaruh di dalamnya tidak mati kekurangan udara.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Murid Sunan Kalijaga
Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment