Friday, December 03, 2021

Kisah Buku [3]

 

Mengapa kita perlu buku syarahan? Sebab buku babon pengarang menciptakan jurang yang dalam. Tatkala membaca Truth and Method, saya sering mengernyitkan dahi. Tentu, diskusi dengan Kamdani sebagai editor pada waktu itu, ada ruang yang terisi.

Kini, jarak itu makin dekat, meskipun distansiasi dan apropriasi dalam heremeneutik otomatis bekerja. Georgia Warnke memudahkan kita untuk memahami Gadamer lebih riang. Menariknya, buku yang saya pegang ini telah didapatkan oleh dua orang pertama, satu dari Sumenep, dan yang lain dari Ma'had Aly Nurul Jadid.

"Jauh sebelum kita memahami diri kita sendiri di dalam refleksi yang berlaku surut, kita memahami kita dengan cara yang terbukti dengan sendirinya di dalam keluarga, masyarakat dan negara" (hlm. 165). Pendek kata, kita telah mewarisi tradisi, sebagai sejarah efektif, untuk memahami kedudukan diri dan orang lain.

Kita acapkali terperangkap pada pemahaman diri tanpa menimbang liyan yang justru menjadikan tafsir produktif. Toh, akhirnya kita akan mengulik apa yang dipersoalkan (die sache), sehingga Gadamer sendiri menolak eropasentrisme tatkala membicarakan kebenaran.

Saya pikir batas-batas yang seringkali membelenggu kini telah diretas oleh kesadaran bahwa kita sering menemukan klaim kebenaran, yang setelah diperiksa isinya gerowong. Mengapa? Sebab pernyataan kadang dilontarkan hanya untuk gagah-gagahan. Contohnya, Tuhan itu bukan orang-Arab.

No comments:

Syawal Keduapuluhdua

Ketika mendengar lagu "Hitam", Rhoma dan Rita, saya justru ingat kampung di waktu sore yang hangat. Sawah, madrasah, SD, bola, sur...