Sekira 100.000 tahun yang lalu, Homo Neandearthal menempatkan makanan dan batu api yang bernilai tinggi di kuburan mereka. Amalan tersebut menunjukkan keyakinan terhadap kehidupan setelah kematian (hlm. 31).
Hari ini, apa makna makam bagi kita? Saya justru memikirkan kehidupan ketika berada di sini. Pasti, ia berbeda dengan kematian sebab individu harus makan, minum, dan bergiat. Pada bagian terakhir, kita bergulat untuk memilih mana yang asli dan palsu.
Membuka tabir kepalsuan adalah tugas yang kita lakukan bersama untuk menyingkap kebenaran. Tetapi, kita akan terpesona dengan sesuatu yang berbeda tatkala tirai terbuka. Ada titik temu dan pisah. Kebijaksanaan melihatnya sebagai keindahan. Kepicikan memandangnya sebagai keburukan.
Sementara, sepagi ini, saya gembira dengan ceramah KH Musleh Adnan melalui radio karena pesan risalah disampaikan dengan riang. Bila beliau mengkritik filsafat karena seseorang terjebak dengan kata mengapa, ini disampaikan pada jemaah yang memerlukan kepastian. Betapa tidak arif mengajak orang awam berpikir keras.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Kabar Baik
Pembaca mengirim kabar bahwa buku sudah sampai. Ia adalah pelajar Akidah Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Di halaman K...
-
Buku terjemahan saya berjudul Truth and Method yang diterbitkan Pustaka Pelajar dibuat resensinya di http://www.mediaindo.co.id/resensi/deta...
-
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
-
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...

No comments:
Post a Comment