Wednesday, March 22, 2006

Cerpen dan Novel

Membaca cerpen Korrie Layun Rampan (Wahai, Rawa), Hamsad Rangkuti (Sampah Bulan Desember), Herry Gendut Janarto (Sang Presiden), Pamusuk Eneste (Isabel Blumenkol) dan novelnya Umar Kayam Jalan Menelikung: Para Priyayi 2, saya merasa menelusuri cerita pelbagai keunikan negeri sendiri. Para penulis cerdas ini telah mendedahkan pada saya tentang dunia Keindonesiaan dalam versi narasi kecil, bukan besar.

Memang, tak dapat dielakkan, kebutuhan manusia itu sama aja di seluruh pelosok. Tapi, cara dan gaya memperoleh dan menggunakannya dalam keseharian bersifat khas, tidak sama. Bahkan, mungkin mereka bertentangan satu sama lain.

Kecepatan menyelesaikan bacaan di atas adalah upaya segera mendapatkan makna. Menurut Gadamer (1970, 325) Kita menemukan bahwa makna tidak bisa dipahami dengan sebuah cara arbitrer. Sebagaimana kita juga tidak bisa secara terus-menerus secara salah memahami penggunaan kata tanpa terpengaruh pada makna keseluruhan, sehingga kita tidak bisa menegaskan secara buta makna-depan kita sendiri terhadap sesuatu jika kita memahami makna yang lain.

Seperti dijelaskan Georgia Warnke mengomentari pemikiran Gadamer, paling-tidak ada dua hal penting berkaitan dengan pemaknaan. Pertama, makna tindakan dan peristiwa selalu melampaui maksud. Tindakan tidak memaksudkan konsekuensi, dan bahkan ketika konsekuensi yang tidak dimaksudkan semacam ini tidak terjadi secara langsung, tindakan sejarah selalu menjadi bagian dari mata rantai peristiwa dan tindakan yang melampaui kemungkinan maksud dan motivasi pelakunya. Kedua, sejarawan itu sendiri adalah bagian dari sejarah. Ia mungkin lebih canggih daripada subjek yang mereka kaji, sejauh ia mewarisi pengalaman sejarah dari subjek ini, dan lebih parokial daripada keturunannya sendiri yang mungkin bisa meletakkan peristiwa di dalam sebuah perspektif lebih luas.

Samar-samar, saya masih 'menerka' makna apa yang telah saya jumput dari bacaan-bacaan di atas?

No comments:

Murid Sunan Kalijaga

Bertemu dgn Mas Zainul Abas di Jember. Setelah sekian lama tak bersua, kami tetap menyatu di bawah guru Sunan Kalijaga.