Status Facebook saya hari ini adalah mengapa banyak orang memuja sains, tetapi pada waktu yang sama mereka menikmati rokok? Inilah kehidupan yang absurd. Untuk keluar dari absurditas, kita segera berhenti menyedot asap. Ketenangan itu ada di hati, bukan dari luar tubuh kita. Perokok itu adalah dukun yang mendatangkan kegaiban dan keajaiban dengan membakar kemenyan.
Negeri kami, Madura, menghasilkan bahan rokok Dji Sam Soe, tetapi warganya tak mampu membelinya. Anehnya lagi, perusahaan membuat rokok yang mahal, namun mereka membeli tembakau dengan harga murah. Kita harus segera merawat naman lain, seperti cabai hutan, yang harganya jauh lebih bagus dibandingkan dengan daun emas.
Oleh karena itu, bersatulah kaum tani! Kita lah yang menentukan hidup kita, bukan orang lain. Mereka adalah penumpang gelap yang sering menggunakan nama kita untuk meraup kepentingan diri sendiri.
2 comments:
Apes beneran. Ini untuk itu:
RUSUK LANGIT LANCARAN
Juli menyeka keningnya
keringat musim yang ditinggal dingin
berbulir, seperti bintang kemukus
memerciki ladang-ladang tembakau
lalu, langit hilang warna dasarnya
Rusuk langit Lancaran, sebelah kanan
patah oleh hempasan musim
kemarau, kemarau
engkau membara di dalam pikiran
tetapi seperti pandai besi menempa nasibnya
di situlah percik api hidup kami dinyalakan
Rusuk-rusuk langit berpentalan
berserakan di lahan tandus
di mana air dan nyawa
nyaris berimbang dalam selisih harga
lalu, burung-burung gagak itu
datang mengumumkan kecemasan
melayang-layang dari semua penjuru angin
membekukan ketakutan kami untuk ingin
mereka merabunkan mata
agar kuat mengisap udara
Rusuk langit bulan Juli, Lancaran
kubacakan untuknya mantra-mantra
agar para peneluh dari masa silam
berduyun-duyun mengembalikan sejarah
yang hilang dicuri cuaca
Lihatlah, ke langit yang lampang
ada luka besar, berlubang
kini, kita bebas melihat
bagaimana langit menghirup
udara bumi kami yang mulai berkarat
menggumpal, lalu jadilah hujan keringat
untuk memandikan jenazah para petani:
pahlawan yang dikubur di luar ingatan
11/07/2006
Mas Kyai Faizi, puisi ini meyakinkan saya bahwa perlawanan rakyat mempunyai dorongan moral yang kuat.
Kalimat terakhir begitu menghunjam jiwa. Terima kasih telah merekam peristiwa dalam bahasa yang memikat.
Post a Comment