Sunday, November 27, 2022

Cebong dan Kampret

Banyak kata dibebani oleh rekaan sendiri, kata Eka Kurniawan. Tak hanya di sini, di negara jiran, erti lema juga ditekuk sedemikian rupa agar sejalan dengan pilihan politik.

Padahal, kenyataan tidak sesempit sangkaan. Sebagai anak yang mewarisi emosi Masyumi, saya kagum dengan Risma, mantan wali kota Surabaya, karena berhasil mengubah wajah kota. Betapa senang saya bersalat Iduladha di depan Taman Bungkul bersama keluarga.

Andai PPP nanti memilih Ganjar, saya tetap sokong Anies. Di Bawah Lindungan Ka'bah sekalipun, pilihan calon kami bisa berbeda. Tentu, dengan cemas, saya menunggu isyarat Bang Haji sebagai pengasuh Perguruan Islam Rhoma Irama (PIRI).

Kalau Anies, RK, dan Ganjar bisa duduk semeja, mengapa kita harus bersikap seperti Eko Kuntadhi dkk? Ruang gema (Echo Chamber) perlu didobrak agar media sosial kita tidak menjadi kamar orang-orang yang menyuarakan berita pelintiran hanya karena ia mendukung calon yang dielusnya, dan mencela kandidat yang tidak disukaianya. 
 

No comments:

Syawalan Keduapuluhenam

saya pernah mengulas buku berjudul Santri Kendilen bersama Pemuda Desa Alastengah. Karya KH Zainul Mu'ien tersebut membahas pengalamann...