Thursday, May 31, 2007

Belajar dari Orang Melayu

Membaca buku Ceritalah: Menjajat Asia Tenggara tulisan Karim Raslan, saya sepertinya menemukan suara lain tentang dunia Melayu. Hal yang sama juga bisa ditemukan pada karya The Other Malaysianya Farish A Noor. Bukan saja karya ini mampu mengungkapkan kejujuran dan keterbukaan, tetapi juga kritik yang dibingkai dengan analisis tajam telah mengantarkan pembaca pada pelbagai perspektif melihat ranah kemelayuan dan lebih jauh Asia Tenggara.

Dengar terang benderang, penulis yang sekaligus pengacara ini mengakui akan ketidaksukaannya pada media resmi. Sayang, dia tidak menyebutkan secara verbal. Tetapi, dia menyatakan rasa salutnya terhadap jejaring alternatif seperti malaysiakini.com, agendadaily.com. dan harakahdaily.com.

Sesuai dengan judul di atas, sosok berdarah campuran Wales Inggeris ini piawai dalam mengemas peristiwa biasa menjadi 'cerita' yang cemerlang. Contohnya adalah tulisan bertajuk 'Asia di Eropah dan Eropah di Asia', sebenarnya adalah hasil dari perbincangannya dengan seorang kawannya yang dia kenal di Cambridge dalam waktu senggang. Boleh jadi, ia dilakukan sambil minum kopi di warung. Di dalamnya, kita boleh memahami seperti apakah gerangan Singapura, Indonesia, Thailand dan Malaysia?

Bagi saya, pemahaman terhadap karya ini tidak hanya dibatasi pada yang tertera, tapi juga gambar sang penulis yang ditampilkan di sampul buku. Dia benar-benar mewakili pemikir bebas dan mempunyai pendirian yang kokoh. Sebuah desain yang mencerminkan kepercayaan diri sang pengarang.

Sisi lain yang menarik adalah penggunaan bahasa Melayu yang sangat bagus. Meskipun saya harus bolak-balik membuka kamus Dewan Bahasa dan Pustakauntuk memahami kata jajat, niskala, terkecai, keraian, kedayusan, ranggi, legar, anjal, jelak dan mungkin daftar kata-kata 'asing' terus bertambah setelah saya menyelesaikan pembacaan. Celakanya, teman karib Melayu saya juga merasa asing dengan diksi yang dipilih dalam buku ini. Kata lain yang membuat saya tertawa kecil adalah menggodek-godek, yang setelah dilihat di kamus Dewan diambil dari bahasa Jawa.

Tentu, sebagai sebuah kumpulan tulisan, kita akan dihadapkan dengan beragam tema. Namun demikian, kita bisa menarik benang merah bahwa karya ini dipersembahkan untuk membelek-belek (bahasa Melayu) dunia politik Asia Tenggara. Ternyata, strategi pembacaan tidak hanya melalui menggunakan logika, sekali-kali rasa agar seluruh pesan bisa diserap dalam bentuknya yang lebih substil. Terus terang, membaca buku ini saya sepertinya memasuki labirin karena saking luasnya pengalaman Karim Raslan. Mengikuti jejaknya memerlukan nyali. Apakah Anda siap?

No comments:

Syawalan Kesepuluh

Senarai keinginan ditunjukkan di X agar warga yang membaca bisa menanggapi. Maklum, buku ini tergolong baru di rak buku Periplus mal Galaxi....