Thursday, December 28, 2017

Pasar Changlun


Kami berdua berbelanja ke pasar Changlun.

Kita boleh berdebat tentang sistem eknomi yg terbaik, tapi jika meluangkan waktku membeli keperluan sehari-hari di sini, kita telah bersepakat dalam satu hal: sosialisme itu mungkin.

Status ini dimuat dalam Facebook saya. Sejatinya, kegiatan seperti di atas dilakukan oleh banyak orang. Saya sering melihat lelaki Arab, Asia Tengah, Asia Selatan, dan Afrika yang belajar di UUM juga berbelanja di sini. Terutama, pada hari Rabu, pasar malam yang digelar menjadi magnet bagi orang ramai, termasuk mahasiswa dan warga lokal.

Berbeda dengan pasaraya yang tak jauh dari pasar tersebut, kami membeli kebutuhan dari banyak penjual. Ketika pasar tidak dikuasai oleh segelintir ornang, maka perdebatan tentang kapitalisme dan sosialisme melihat melihat adakah kue ekonomi dan bisa dinikmati oleh sebanyak mungkin orang? Jika tidak, siapa yang akan akan membeli barang yang diproduksi secara massal dan berteknologi tinggi itu?

Sunday, December 10, 2017

Mewarnai Kehidupan

Satu hari sebelum lomba ini digelar, kami menerima tawaran dari seorang mahasiswi yang meminta Biyya mengikuti pertandingan mewarnai. Ketika itu, kami sedang makan malam di kantin kampus.

Kegiatan di atas adalah sebagian dari karnaval kewirausahaan mahasiswa BPME 2013. Dengan mantap, pelajar tersebut menjelaskan program di atas. Saya dan Ibunya tak terburu-buru menerima, mengingat Biyya pernah kecewa karena tidak mendapat juara pada acara serupa.

Padahal, dalam rekam jejaknya, ia pernah mendapat tempat dan gagal untuk yang kedua dan ketiga kalinya. Beruntung, Al-Isbah, kawannya dari Pakistan menghibur dan kami membawanya ke toko buku Popular untuk mengobati kekesalannya. Untuk kali ini, kami bersikap datar. Pada pagi hari, ia bangun dan segera bersiap untuk ke ajang lomba. Di sana, ia bertemu dengan teman adik kelas di UUM IS, yang berasal dari Timur Tengah. Tidak lama kemudian, banyak teman dari satu sekolah yang turut meramaikan program tersebut, seperti Dave asal Filipina. Malah, Zumi sempat bermain mobil-mobilan dengan Raja, anak Pak Donny. Akhirnya, kegiatan ini menjadi pertemuan banyak orang. 

Sebelum berangkat, kami mengingatkan bahwa ini sekadar hiburan dan bersenang-senang. Sayapun bergembira karena ia bisa berbagi cerita dengan temannya. Tak hanya itu, kakak Zumi ini mengikutinya dengan tenang dan tak tergesa-gesa, seperti pengalaman lomba yang ketiga dulu. Seeloknya, murid tahun keempat ini menikmati proses pewarnaan dan tak memburu kemenangan semata-mata. Pada gilirannya, ia bisa belajar setiap mata pelajaran dengan keriangan, meskipun pernah menulis membenci matematika. Menariknya, semua peserta mendapatkan hadiah. Apapun, lomba ini bukan saja mewarnai kertas, tetapi juga kehidupan. 

Puasa [7]

Saya berfoto dengan Hikam, mahasiswa Elektro, yang menjaga portal pondok. Di sebelahnya, ada temannya, Febi, yang juga bertugas. Nama terakh...