Monday, March 25, 2013

Rokok dan Absurditas

Status Facebook saya hari ini adalah mengapa banyak orang memuja sains, tetapi pada waktu yang sama mereka menikmati rokok? Inilah kehidupan yang absurd. Untuk keluar dari absurditas, kita segera berhenti menyedot asap. Ketenangan itu ada di hati, bukan dari luar tubuh kita. Perokok itu adalah dukun yang mendatangkan kegaiban dan keajaiban dengan membakar kemenyan. 

Negeri kami, Madura, menghasilkan bahan rokok Dji Sam Soe, tetapi warganya tak mampu membelinya. Anehnya lagi, perusahaan membuat rokok yang mahal, namun mereka membeli tembakau dengan harga murah. Kita harus segera merawat naman lain, seperti cabai hutan, yang harganya jauh lebih bagus dibandingkan dengan daun emas. 

Oleh karena itu, bersatulah kaum tani! Kita lah yang menentukan hidup kita, bukan orang lain. Mereka adalah penumpang gelap yang sering menggunakan nama kita untuk meraup kepentingan diri sendiri.

Sunday, March 24, 2013

Mengubah Masyarakat Melalui Kampus

Hampir sebulan berlalu, saya masih menyimpan dengan baik kehadiran orang nomor 1 di Sumenep ke Universitas Utara Malaysia. KH A Busyro Karim  (bersongkok hitam) diundang oleh Fakultas Hubungan Internasional UUM untuk memberikan pidato ilmiah tentang otonomi daerah.

Secara normatif, lulusan IAIN Sunan Kalijaga ini berhasil menyodorkan halangan, peluangan dan cara untuk keluar dari ketidakberdayaan daerah terhadap pusat kekuasaan yang berhak menentukan besaran kucuran dana. Lelaki kelahiran 1961 ini pun bercerita keberhasilannya menyediakan layanan gratis untuk kesehatan masyarakat, tanpa harus 'ribet' dengan kartu sehat ala Jokowi. Dengan hanya berbekalkan Kartu Tanda Penduduk, warga Songenep bisa berobat dan bahkan pelayanan cuci darah (hemodialysis) juga disediakan.

Lalu, adakah Kabupaten dengan APBD terbesar ke-5 di Indonesia ini telah berhasil menyediakan pendidikan yang baik bagi masyarakatnya? Apakah Pemerintah Daerah bisa membantu petani yang kerap masygul pada pabrik rokok karena ditelikung? Mari berhitung. Belum lagi, infrastruktur yang amburadul telah mengganggu kenyamanan masyarakat, padahal Sumenep berlimpah uang dengan adanya 10 perusahaan minyak dan gas. Masih ingatkah kita beberapa hari lalu kota dihantam banjir? Pendapatan 25 Miliar pertahun dari migas terlalu kecil. Untuk itu, bersatulah warga Songenep untuk menuntut hak royalti lebih besar dari perusahaan itu! 

Tuesday, March 19, 2013

Menanamkan Nilai Melalui Cerita

Lomba bercerita ini adalah kegiatan yang digelar oleh panitia Pesta Buku UUM. Di sebelah area panggung, beberapa tapak penerbit buku memamerkan karya-karya dari pelbagai disiplin keilmuan.

Sejenak saya duduk di kursi untuk menikmati kisah yang dibacakan oleh anak-anak Sekolah Dasar (atau di Malaysia disebut Sekolah Rendah). Cerita Sang Kancil dan Tali Pinggang Sakti adalah salah satu judul cerita yang menarik untuk disimak. Meskipun mereka hanya menghapal, namun secara tidak langsung nilai-nilai yang ada dalam fabel tersebut bisa digunakan untuk mengajarkan anak-anak tentang moralitas.

Menariknya, salah seorang murid tak bisa mengingat cerita, sehingga dengan polos ia menghentikan penceritaan dan kembali ke pangkuan ibunya. Penonton pun tak bisa menahan tawa. Saya pun sempat memerhatikan salah seorang peserta yang membawakan kisah dengan cemerlang. Tidak hanya gaya penceritaan yang enak didengar, ia juga memeragakan gerak tubuh yang sesuai dengan isi cerita. Hakikatnya, cerita itu adalah alat untuk mengurai gagasan dengan indah. Kita bisa memahami ide filsafat Eksistensialisme Jean Paul Sartre melalui novel ciptaannya, The Age of Reason. Jadi,  karya novel dan sejenisnya tidak bisa dipandang rendah. Karya fiksi apa yang Anda pernah baca?

Tuesday, March 12, 2013

Filsafat itu Suka-Suka Kita

Di sela acara Musyawarah Tahunan Alumni ke-17 Universitas Sains Malaysia, saya mampir ke toko buku Borders. Alamak! Buku Deepak Chopra berjudul GOD tersenarai sebagai buku filsafat. Kita pun tahu, tokoh yang dikenal sebagai guru dari banyak artis Hollywood ini tidak lebih dari seorang motivator.

Adakah kesalahan ini dilakukan oleh pekerja toko atau memang karya ini layak untuk dipajang di bagian Philosophy? Mungkin, cabang filsafat Metafisika memungkinkan siapa pun untuk berbicara tentang Tuhan sebagai kegiatan pemikiran. Lagipula, kadang kita hanya perlu menerapkan kaedah Sokratik, bertanya, agar isu apa pun bisa dikategorikan sebagai perenungan filosofis.

Di luar urusan dunia ide, toko buku ini tidak lagi di bawah kepemilikan induknya, tetapi dimiliki sepenuhnya oleh Vincent Tan. Tak ayal, di sebuah sudut, warung kopi Starbucks turut hadir. Kita bisa membaca buku seraya menyesap rasa kopi Sulawesi. Sayangnya, perubahan desain interior telah menutup pemandangan pengunjung warung ke Pulau Jerejak dan laut. Boleh jadi, ini sengaja dibuat agar pengunjung tak berlama-lama untuk menghabiskan secawan kopi. Berbeda dengan warung kopi di kampung saya, pengunjung bisa duduk seharian dengan secangkir kopi yang seharga Rp 1000. Meskipun, sering terdengar bahwa pemiliki kedai kopi menggerutu karena seorang pengunjung berlama-lama dan tak membeli apa-apa selain seteguk-dua teguk minuman. 

Monday, March 04, 2013

Menikmati Sate di Rumah (Makan) Sunan Drajat

Lihat logo Rumah Makan Sunan Drajat di kiri atas! Adakah kita bisa menebak isi kepala pemiliknya? Ada tali mengikat bundaran, padi dan kapas, masjid, 9 bintang, masjid, keris dan lele. Hewan bersungut terakhir dan padi adalah penanda paling jelas dari rumah makan ini, tetapi ikon yang lain mungkin menerbitkan tanya, mengapa masjid, bintang dan kapas bisa menerobos sebuah tanda? Petanda apa yang ingin disampaikan dengan lambang ini?

Setelah menelusuri pelbagai titik ruang, saya bisa mengaitkan 9 bintang itu dengan angka magis dalam tradisi NU. Apatah lagi, penanggalan Pengurus NU Lamongan tertempel dengan kokoh di dapur, yang halaman depannya bergambarkan Gus Dur dan Kyai Hasyim Asy'ari. Saya pun mengabarkan cerita ini kepada Mas Kyai Afif Hasbullah, pengasuh Pesantren Darul Ulum, Lamongan, melalui Twitter.

Kami berenam menikmati malam dengan sejumlah tusuk sate dan gulai. Sambil makan, saya melempar pandangan ke seluruh ruangan. Selain asap mengepul dari dapur, saya juga melihat pengunjung yang memenuhi ruangan yang tak seberapa besar. Pak Rafiq, pelayan, menyambut kami dengan riang dan bekerja dengan cekatan. Orang 'NU' yang bekerja seperti Pak Rafiq ini bertebaran di seluruh Semenanjung. Meski jauh, mereka merawat akar dengan baik, agar pohon kehidupannya tak mudah dirampas oleh angin jahat. 

Puasa [7]

Saya berfoto dengan Hikam, mahasiswa Elektro, yang menjaga portal pondok. Di sebelahnya, ada temannya, Febi, yang juga bertugas. Nama terakh...