Pagi masih menyisakan kelembutan malam. Saya telah duduk di kursi kantin kampus yang riang. Lalu, saya pun membuka buku Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya & Matinya Makna (Bandung: Matahari, 2012). Enaknya, saya membaca buku ini dengan cara melompat-lompat, dari satu halaman ke halaman lain, dari satu bab ke bab lain tanpa harus berurutan. Saya menyebutnya gaya pembacaan mana suka.
Alamak! Penggaris untuk menandai kalimat penting tak terbawa. Mungkin alat ini tertinggal di buku Cermin Belakangnya Firdaus Abdullah. Aha! Kotak CD ini pun bisa dijadikan pengganti. Siapa bilang pembungkus ini hanya untuk mengamankan cakera padat? Ternyata pembungkus kaca ini membantu menerangkan dengan warna kuning kalimat telah mengambil alih fungsi agama dan ideologi. (hlm. 131), yang diawali dengan kalimat "Di dalam masyarakat yang mengganti kedalaman spiritual dengan kedangkalan citraan dan tontonan, sebuah pertandingan sepakbola, konser musik, rock, fashion show, televisi, menjadi bentuk ritual baru, yang dalam hal tertentu - khususnya dalam kemampuannya mengumpulkan massa - .
Lalu, kalau agama tersisihkan, adakah pengganti dangkal itu mampu mengisi batin mereka yang gerowong? Mari berhitung! Kalau kita bersungguh-sungguh menikmati citraan itu, adakah kita pernah meluangkan waktu untuk menerokai ranah spiritualitas dengan seluruh? Citraan itu jelas hanya menghadirkan absurditas, dan rumah Tuhan itu adalah tempat kita melakukan lompatan iman. Di manakah kita?
Alamak! Penggaris untuk menandai kalimat penting tak terbawa. Mungkin alat ini tertinggal di buku Cermin Belakangnya Firdaus Abdullah. Aha! Kotak CD ini pun bisa dijadikan pengganti. Siapa bilang pembungkus ini hanya untuk mengamankan cakera padat? Ternyata pembungkus kaca ini membantu menerangkan dengan warna kuning kalimat telah mengambil alih fungsi agama dan ideologi. (hlm. 131), yang diawali dengan kalimat "Di dalam masyarakat yang mengganti kedalaman spiritual dengan kedangkalan citraan dan tontonan, sebuah pertandingan sepakbola, konser musik, rock, fashion show, televisi, menjadi bentuk ritual baru, yang dalam hal tertentu - khususnya dalam kemampuannya mengumpulkan massa - .
Lalu, kalau agama tersisihkan, adakah pengganti dangkal itu mampu mengisi batin mereka yang gerowong? Mari berhitung! Kalau kita bersungguh-sungguh menikmati citraan itu, adakah kita pernah meluangkan waktu untuk menerokai ranah spiritualitas dengan seluruh? Citraan itu jelas hanya menghadirkan absurditas, dan rumah Tuhan itu adalah tempat kita melakukan lompatan iman. Di manakah kita?
No comments:
Post a Comment