Sunday, November 22, 2015

Menyuburkan Literasi

Kami berempat singgah sejenak di kedai buku. Setelah mengikuti lomba mewarna yang digelar oleh sebuah perusahaan Tupperware, Nabbiyya tampak masygul. Maklum, untuk pengalaman ketiga, kakak Zumi ini tak mendapat nomor. Alisbah, temannya asal Pakistan, menghiburnya. Hingga kini, keduanya acapkali berbagi dan bermain dalam banyak kesempatan.

Kami pun mafhum. Nabbiyya harus menerima kenyataan. Lalu, kami mengajaknya ke toko ini untuk membeli apa saja yang dia mau. Tentu saja, buku yang bisa dijangkau oleh isi kantong. Setelah mendapatkan bahan bacaan yang disenangi, kami pun mengajaknya makan siang. Dalam keadaan apapun, kami bersama. Mungkin, inilah pelajaran yang ia bisa reguk dalam hidupnya.

Pengalaman kalah dan menang dalam hidup adalah cara kita merawat akal budi dan pekerti. Setidak-tidaknya, ia tahu bahwa dalam keadaan apapun kami menerimanya dengan rela dan sikap yang sama orang tua pada umumnya: bangga terhadap anak-anaknya. Bukankah kita yang dewasa pernah juga melewati kekecewaan karena tak sempat naik panggung? 

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...