Lupakan semua itu dan kembali pada apa yang nyata, nyanyi David Gray dalam Babylon. Melalui The New radio 88.5 FM, saya menikmati folkrock di pagi hari.
Lalu, apa yang nyata dalam kehidupan kita? Jelas, kita tidak sedang berada di panggung yang membuat selalu tampak depan dan mengenyahkan tampak belakang. Kita yang sesungguhnya adalah apa yang dilakukan sehari-hari. Itulah mengapa falsafah harian relevan untuk dicandra dan dihayati dengan hati setelah logika tak cukup untuk merangkul nasib.
Kalau diperhatikan, lagu-lagu dari pelbagai jenis itu menggambarkan pengalaman universal. Bila Gray menyarankan kembali pada yang real, Rhoma Irama menyarankan umat kembali pada iman dan takwa karena itu obatnya dalam menyembuhkan "overthinking".
Kala direnungkan, tubuh yang kuat itu disangga oleh pikiran yang jernih. Lompatan iman dalam gagasan Kierkegaard, saya pikir, hendak melewati dua fase sebelumnya, estetis dan etis. Tetapi, karena kita hidup bermasyarakat, dua tahap pertama juga dirayakan. Apa pun tahapan eksistensial itu, dalam kesendirian kita bisa mendiam bunyi menjadi sunyi. Sejati.
No comments:
Post a Comment