Monday, March 20, 2006
Documentary in the Digital Age
Hari ini, saya mengembalikan buku pinjaman ke perpustakaan. Karena terlambat, saya harus membayar 60 cent. Seharusnya, saya tidak perlu membayar untuk sesuatu yang tidak perlu, karena keteledoran mengembalikannya tidak tepat waktu. Memang, nilainya tidak besar, tapi itu tidak bisa ditolerir karena acapkali dari pengabaian yang kecil akan merembet ke hal besar yang lebih fatal, bukan? Tapi, itu terobati dengan adanya buku baru di Perolehan Baru berjudul Documentary in the Digital Age oleh Maxine Baker. Pertimbangan pertama agak aneh, sebab saya mencomot buku ini dari tempat display karena ia diterbitkan tahun 2006. Kedua, niat untuk membuat resensi buku ini sangat kuat.
Dengan latar yang miskin tentang film, saya mencoba untuk memahami film, yang dilihat Baker, bahwa film dokumenter yang tidak fiksi adalah minat terbesarnya, yang berbeda dengan film populer, film yang saya sangat suka. Merubah selera tentu saja bukan pekerjaan mudah, karena menabrak kebiasaan yang telah mendarah-daging. buku ini hendak melihat kehidupan yang sedang berjalan (berlari? on the run), gaya abad duapuluh-pertama, dokumenter di dalam era digital. Penemuan Lumière, sinematografi adalah sebuah mesin yang memfilmkan, memproses, memproyeksikan dan juga, sebagai benda portable, ia bisa dibawa dengan fuss yang minimum dan digunakan untuk merekam dan memperlihatkan pada audiens dunia tempat mereka hidup. Pilihan Lumière memilih untuk memfilmkan orang-orang di dalam situasi nyata, tidak pernah menunjukkan minat pada kisah-kisah dramatik. Oleh karena itu saya pikir bahwa mereka adalah bapak sejati dari bentuk dokumenter.
Kenapa film dokumenter tak disuka banyak orang? Apakah kita tidak lagi menyukai kenyataan, tapi impian terus-menerus? Bukankah Nietzsche dan pengikutnya menyatakan katakan ya pada kehidupan agar kita tidak merasa terasing karena selalu memanjakan 'keinginan' yang ada di seberang? Atau memang kenyataan itu perih sehingga tak perlu dikenang? Sementara hidup terus berjalan (orang Barat menyebutnya berlari?).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mainan
Mengapa anak perempuan bermain masak-masakan dan anak lelaki mobil-mobilan? Kata tanya mendorong mereka untuk berpikir. Pada gilirannya kita...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
1 comment:
Saya melakukan kesalahan penulisan merubah, semestinya mengubah. Selain itu, portable bisa diterjemahkan dengan mudah-alih.
Post a Comment