Untuk menerjemahkan wall paper, saya mengambil jalan pintas kertas tembok. Gambar di sebelah ini, saya tempel di layar komputer.
Saya sangat suka dengan gambar ini. Selain dikelilingi bunga, kami berdua tersenyum renyah. Padahal untuk sempai ke lokasi ini (toko bunga di Cameron Highland), kami bersama Bunda, Ayi dan Woelan harus mengelilingi bukit selama hampir 1,5 jam. Belum lagi, saya muntah-muntah di tengah perjalanan.
Sebelum berangkat, saya telah merasa pusing. Namun, karena kami udah berjanji untuk ikut ke Cameron Highland, saya memaksakan diri. Hikmah dari ini semua adalah bahwa kita akan sanggup menanggung hidup ini jika dalam keadaan apapun kita masih menyisakan senyum.
Mungkin lebih dari tiga kali saya muntah-muntah karena jalan yang melingkar dan guncangan mobil. Memang, saya merasa lebih ringan, tapi rasa tidak enak hati pada teman baik kami karena perjalanan ini terganggu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Syawal Kesembilan
Di tengah kesibukan masing-masing dalam merayakan kenduri arwah leluhur, kami merekam peristiwa agar abadi. Sebelumnya, saya dan Zumi memb...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Dulu tatkala membaca karya Louis Dupre, saya menekuri teks berupa anggitan huruf-huruf di atas kertas. Penulis "Religious Mystery and...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Sang imam, Ust...
No comments:
Post a Comment