Sore itu, kami berniat pergi ke kampus dan sekalian memberi makan remah roti ikan yang berdiam di danau kampus. Sebuah kegiatan ringan yang mendatangkan riang. Dengan hanya selembar roti, saya bisa menikmati pelbagai jenis ikan berlompatan merebut makanan. Di sebelah, sebuah keluarga mahasiswa Arab dengan dua anaknya melakukan hal yang sama.
Air danau itu mulai berkurang karena hujan tak kunjung datang. Rerumputan di sekitarnya juga mengering, untungnya pepohonan tidak turut meranggas sehingga sisa warna segar dapat dinikmati. Meskipun, saya memerhatikan beberapa daunnya telah menguning kekurangan minum. Saya membayangkan semua itu akan berubah, jika hujan datang. Penantian yang sederhana tentang keriangan.
Di kampus, saya mengerjakan kembali transkripsi pidato rektor (naib canselor) USM untuk bahan penulisan biografi. Di sana, saya juga bertemu dengan kawan baik, Shakti, Musthafa, dan Stenly. Namun, beberapa menit kemudian, saya harus berhenti karena Maghrib hampir tiba. Ada kerinduan untuk pulang, segera bertemu dengan jamaah surat flat. Ya, ketika matahari terbenam, kita mesti pulang, karena warnah merah jingga langit itu menandakan malam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Majemuk
Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
No comments:
Post a Comment