Friday, January 16, 2009

Mencari Ide bersama Pak Cik

Semalam, saya berkesempatan lagi berbincang dengan Pak Cik, tetangga rumah. Meskipun tidak ada tema khusus, kami mengasyiki pelbagai cerita dan tidak jarang sebuah gagasan, seperti dunia tasawuf, prilaku manusia secara umum, dan remeh temeh yang lain. Semuanya mengalir bersama waktu. Dengan susunan kalimat yang tertata, orang tua yang banyak memberi pengalamannya pada saya menyodorkan pertanyaan dan juga memberikan jawaban dari apa yang saya inginkan.

Lalu, tiba-tiba perbincangan menyusup pada suasana flat tempat kami tinggal. Mengapa penghuninya tidak begitu antusias mengunjungi surau yang selalu memperdengarkan azan? Jawaban yang sempat terlontar karena mereka sibuk. Namun, kritik Pak Cik yang lain bahwa kehadiran jamaah di musolla itu berjalan seperti dulu, datang-pergi, tidak ada jeda bagi jamaah untuk berbagi. Setelah ditelusuri, kemungkinan perbedaan latar belakang yang menghalangi para jamaah duduk sejenak di musolla untuk bertukar sapa. Padahal, kesempatan seperti ini justeru merupakan peluang bagi mereka keluar dari rutinitas kerja dan menemui manusia, bukan mesin saja. Atau, televisi telah merampas waktu mereka di sela-sela?

Tentu, kehadiran jamaahTabligh kadang mendorong sebuah komunikasi, meskipun bersifat satu arah. Namun, ia telah menghidupkan surau kami yang kian lama tidak mampu membuat penghuni di sekitarnya untuk turut meramaikan agar ia tidak menggigil kedinginan. Kehangatan rumah ibadah itu lahir bersama banyaknya orang yang bermastautin di atasnya saling menyapa menjelang shalat berjamaah. Namun keinginan ini tidak kunjung menjadi kenyataan. Padahal, dalam setiap kesempatan saya bersua dengan pengguna lift, banyak keluarga Muslim yang tinggal di rumah susun ini.

No comments:

Syawalan Kesepuluh

Senarai keinginan ditunjukkan di X agar warga yang membaca bisa menanggapi. Maklum, buku ini tergolong baru di rak buku Periplus mal Galaxi....