Tuesday, September 01, 2009

Sekolah Usai


kwitansi (di sana disebut resit) di atas adalah jaminan pribadi (personal bond) yang dibayarkan ke universitas pertama kali saya mendaftar sebagai mahasiswa. Tak banyak, RM 500 atau sekitar Rp 1, 5 juta. Untuk mengambilnya di kantor keuangan kampus, saya harus melampirkan surat bebas pustaka, surat keterangan kampus kalau diwisuda dan tentu membubuhkan nomor rekening Bank. Ada banyak tanda di kertas yang sudah mulai menguning karena sudah berusia hampir 5 tahun, seperti BCA, USD dan lain-lain. Ia menyimpan cerita panjang.

Sekarang, setelah ijazah di tangan, yang hanya selembar itu, sekolah kehidupan tentu lebih menantang. Ternyata sekolah belum usai. Sekarang, saya berjibaku untuk mendapatkan tanda lulus sebagai manusia. Rapor masih centang perenang. Ndilalah, saya merampungkan sekolah menjelang Ramadhan. Inilah awal untuk menjalani kelas baru, belajar menahan diri, sebuah disiplin yang kadang tak ditemukan dari angka 100 yang diterakan dalam nilai rapor dalam subjek apa pun (baca: grade).

Kelas baru bukan lagi kutipan kalimat para pemikir, ujian yang harus dilalui, atau penulis tesis yang menyita waktu sehingga membuat dahi berkerut, tetapi bagaimana mewujudkan kata-kata indah dalam buku itu menjadi wajah diri dalam hubungannya dengan manusia di sekitar, alam, dan Tuhan yang selayaknya ada pada bilik hati yang sangat rahasia. Aha, ternyata bacaan yang bejibun itu tumpul menghadapi keadaan sekitar yang menyerimpung, misalnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang tak sejalan dengan predikatnya sebagai penjaga alam. Sepatutnya saya mengambil inisiatif untuk memulai menciptakan keadaan yang mendorong mereka peduli di lingkungan saya paling kecil, flat tempat tinggal.

Mungkin langkah kecil, seperti tadi pagi, ketika saya membeli minuman dan koran, saya bilang "tak memerlukan plastik", adalah pembelajaran diri. Apa susahnya membawa sejumlah barang pulang tanpa harus menggungakan plastik? Lalu, diam-diam, saya menunjukkan kesadaran itu tanpa liyan menyadari. Oh ya, kuasa itu juga penting. Saya sedang mempertimbangkan itu untuk memaksa orang lain melakukan hal yang sama.

2 comments:

Tetty Noor 'Aini said...

Ayah telah menjalani semua itu dengan baik sekali. Dengan berbagai cabaran dilalui. Bunda dan Nabiyya sangat bangga pada Ayah. Semangat selalu ya Yah, Love u so much!

Ahmad Sahidah said...

Terima kasih Nda. Semangat itu berpendaran dengan kehadiran Nda dan Nabiyya.

Mainan

Mengapa anak perempuan bermain masak-masakan dan anak lelaki mobil-mobilan? Kata tanya mendorong mereka untuk berpikir. Pada gilirannya kita...