Sabtu pagi adalah acara rutin pengajian mahasiswa dan keluarga Indonesia di masjid Kampus. Ia tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga bertemu sesama warga. Tak perlu mengerutkan dahi, hal ihwal agama hanya perlu dicerna di hati. Lagipula, mereka hanya perlu mendengar, sambil sesekali berbisik antar teman. Jika penceramah melucu, mereka pun tertawa. Kadang konsentrasi buyar, anak kecil berlarian atau berceloteh. Belum lagi, seorang ibu harus keluar untuk menyuapi anaknya yang merengek karena lapar.
Merawat jamaah agar terus mengunjungi rumah ibadah ini memerlukan kesabaran dan keteguhan. Mereka telah berjasa menautkan banyak orang. Setiap individu telah membantu kegiatan ini, ada yang menyiapkan LCD dan komputer, memastikan penceramah dan tentu mengabarkan lewat media sosial atau email. Itupun tak semua datang. Sebagian sibuk, sebagian yang lain tak ada kabar. Atau, diam-diam pengajian itu tak menarik minat mereka untuk hadir.
Apa perlu sekali-kali panitia mengundang pendakwah beken, seperti Aa Gym, Ustaz Jefri, atau Bang Haji? Mungkin. Pasti, yang hadir membludak. Sayangnya, biaya untuk kegiatan semacam ini begitu besar. Rasanya kegiatan itu tetap seperti sedia kala. Segelintir yang datang, namun senantiasa wujud. Toh, sebelum dan sesudah pengajian, mereka akan bertemu banyak orang. Nah, semangat pengajian itulah yang akan memancar, bahwa hidup itu akan terasa nyaman dengan tegur sapa, kebaikan, dan kebersamaan.
Kehadiran pekerja Indonesia tentu menambah poin dari kegiatan mahasiswa ini. Sayangnya, hanya pekerja perempuan, sementara lelaki belum tampak batang hidungnya. Selagi napas kegiatan ini berdenyut, ikhtiar untuk mengasup pelajaran membuncah. Setiap orang tentu mengail hikmah yang berbeda. Malah, akibat lain bisa hadir, seperti tukar menukar informasi, menemukan teman baru, dan menambah data baru tentang perubahan kecenderungan keberagamaan. Pendek kata, tatap muka itu membuka banyak kemungkinan, yang tak ditemukan persuaan di telepon genggam atau sejenisnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mainan
Mengapa anak perempuan bermain masak-masakan dan anak lelaki mobil-mobilan? Kata tanya mendorong mereka untuk berpikir. Pada gilirannya kita...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Semalam takbir berkumandang. Hari ini, kami bersama ibu, saudara, dan warga menunaikan salat Idulfitri di masjid Langgundhi. Setelah pelanta...
-
Saya membawa buku Philosophy for Dummies untuk coba mengenalkan anak pada filsafat. Biyya tampak bersemangat tatkala pertama kali mendapatka...
1 comment:
kalau begitu, setiap ada perayaan. baiknya yang merayakan itu pergi ke pengajian saja :)
Post a Comment