Friday, May 14, 2010

Murid Sekolah dan Perpustakaan


Murid sekolah menengah pertama mengunjungi perpustakaan. Mereka tampak mendengar penjelasan dari pustakawan, sebagian yang lain tolah-toleh dan malah beberapa anak tampak menikmati pameran koleksi peranakan Asia Tenggara. Selalu saja, kita menemukan hal demikian, tak semua menaruh perhatian pada satu objek dalam satu kesempatan. Ini tak hanya terjadi pada dunia anak-anak, tetapi juga dewasa.

Namun apa yang menarik? Kebiasaan para guru di Pulau Pinang mengajak anak didiknya untuk mengunjungi perpustakaan kampus. Saya melihatnya untuk kesekian kalinya dan selalu tak pernah bosan melihat tingkah mereka. Bagaimanapun, dunia buku bukan hiburan yang membuat siapapun mudah menikmati hingga akhir. Namun, ikhtiar untuk menanamkan kecintaan terhadap pengetahuan pasti membuahkan hasil, meski tak seratus persen. Hanya saja, pendidik perlu sabar agar ini bisa merembes pada watak anak didik. Seperti diterakan oleh Michael Foley dalam The Age of Absurdity bahwa the minority view prevailed if it was expressed consistently, confidently dan undogmatically (2010: 91).

Kita pun perlu menjadikan setiap ruang untuk menjejalkan betapa buku itu penting, namun siapapun tahun bahwa ia masih terpinggir. Jika kesadaran minoritas ini terus dilesakkan, tidak ayal pada masa yang akan datang, kita akan banyak menemukan pemandangan di pelbagai sudut orang sedang menekuri buku, apapun jenisnya. Kampanye membaca selama ini juga membantu untuk mengimbangi arus deras iklan konsumtif. Mungkin karena ia tak terlihat setiap hari, anak-anak lebih asyik dengan kartun. Syukur jika cerita kartun itu dalam bentuk buku, seperti anak tetangga saya yang khusyu membaca komik Conan. Tentu, banyak cara memujuk anak untuk menyukai dunia baca, termasuk mengunjungi perpustakaan.

No comments:

Mainan

Mengapa anak perempuan bermain masak-masakan dan anak lelaki mobil-mobilan? Kata tanya mendorong mereka untuk berpikir. Pada gilirannya kita...