Makan pikiran? Dua kata ini mungkin tak lazim. Ia bisa dimaksudkan sebagai keadaan yang membuat kita banyak berpikir. Masalahnya, kata banyak pikiran mengandung maksud situasi tidak nyaman. Padahal, bukankah banyak pikiran sepatutnya menyenangkan karena kita mempunyai banyak pikiran, bukan sedikit pikiran? Lalu, bagaimana apabila kita membaca buku Food and Philosophy? Adakah "Belly Happiness" sebagaimana dilaungkan oleh Epicurus hanya berhenti pada pemenuhan kesenangan fisik semata-mata?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Puasa [7]
Saya berfoto dengan Hikam, mahasiswa Elektro, yang menjaga portal pondok. Di sebelahnya, ada temannya, Febi, yang juga bertugas. Nama terakh...
-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Dulu tatkala membaca karya Louis Dupre, saya menekuri teks berupa anggitan huruf-huruf di atas kertas. Penulis "Religious Mystery and...
-
Setelah kegiatan akademik dan rekreatif mahasiswa UNUJA berakhir di Menara Kembar Petronas, saya sendirian menuju Kinokuniya KLCC untuk meli...
No comments:
Post a Comment