Mengapa kita memerlukan kata-kata itu? Setiap orang mempunyai jawabannya. Namun, nasib kutipan tersebut sepertinya bergaung di ruang kosong. Orang-orang yang melewatinya mungkin tak lagi peduli. Masyarakat kebanyakan bergegas untuk terus memburu nasibnya. Tak jarang, mereka tersandera oleh kekalutan yang membuatnya marah. Boleh jadi, harapan terhadap penyemaian nilai-nilai kemanusiaan melalui pendidikan terhenti di tengah jalan karena kuasa jahat telah menghadangnya. Tentu saja, setiap individu mempunyai halangannya sendiri-sendiri.
Adakah kata-kata itu masih berdaya magis? Tentu, dengan syarat ia hadir dalam konteks. Di tengah aliran informasi mengalir deras, mungkin orang ramai tak lagi bergulat dengan kedalaman kata, sehingga makna tak bisa diraih. Teknologi yang sepatutnya memilah data justeru menghadirkan begitu banyak fakta yang tak terkira. Kata-kata mati rasa. Untuk itu, semua harus menyepi seraya membawa kata-kata lama itu ke dalam refleksi. Biarlah, teknologi menjalankan fungsinya sesedikit mungkin, namun kita tentu saja tak perlu membaca kata-kata di daun lontar. Nah, jika kata-kata itu tak juga mendatangkan makna, itu berarti makna memang tidak ada sepenuhnya di barisan huruf, tetapi juga di kepala. Akhirnya, sejatinya kekuatan kata itu terletak pada diam, setelah mulanya pada kata.
No comments:
Post a Comment