Monday, October 26, 2015

Hari Raya dan Mudik

Hari raya dan mudik seperti dua sisi mata uang, yang saling mengisi. Tapi, kami memisahkannya, tidak pulang kampung pada Idul Fitri tahun ini.

Namun demikian, seusai bershalat di masjid Muttaqim, kami merayakannya dengan mengunjungi handai-taulan, seperti melawat ke rumah tetangga dan menghadiri rumah terbuka.Seperti terpampang dalam gambar sebelah, ibu dan anak ini menikmati hidangan undangan sesepuh kami di negeri jiran.

Lalu, kalau mudik di luar hari raya, adakah ia tidak sesusah pada perayaan setelah puasa? Sudut pandang kadang menghadirkan nuansa makna. Namun, kepulangan kami ke kampung halaman, Madura dan Yogyakarta, tetap bermakna meskipun di televisi tak ada laporan arus mudik dan balik. Malah, dalam waktu dua bulan Oktober dan November, kami mudik dua kali, sebuah pengalaman yang tak pernah dilakukan sebelum ini. Hanya yang sempat menggelayut di benak, di mana kampung halaman dua anak kami yang lahir dan Kedah dan Pulau Pinang? Jati-diri bisa dilihat dari sudut klasik, modern dan pasca-modern, sehingga identitas tidak ditekuk secara kaku, bukan? 

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...