Tuesday, November 12, 2019

Berbagi Izutsu dengan Mahasiswa

Sehari sebelum acara kuliah umum digelar, saya minta Ke Lesap untuk menjemput mengingat tanggal 2 November Parebaan hujan deras. Dalam hitungan detik, luluasan UIN Sunan Kalijaga tersebut memberitahu bahwa Pak Anwar akan menjemput saya ke rumah.

Di pagi hari H, Pak Anwar menelepon bahwa alumnus Al Azhar ini berada di depan Toko Hajjah Hamidah. Saya pun bergegas mengingat acara akan dimulai jam 9. Perjalanan dari Ganding ke Pangantenan sangat mengasyikkan. Kami berdua bicara banyak isu, seperti pengalaman belajar dan kegiatan di kampus. Sesampai di kampus STIU, banyak teman menyambut. Sebagian besar lulusan universitas yang berada di Kuala Lumpur. Pak Dimyati menyelesaikan S2 di Malaysi dan S3 di Turki. Ia pun bercerita tentang polemik pembaruan Islam di koran Republika, yang dipantik dari opini Fahmy.

Tak lama kemudian, kami menuju ke lokasi. Setelah acara sambutan dan kuliah, sesi tanya jawab sangat mengujakan. Salah seorang peserta menegaskan bahwa Alqur'an sakral dan universal. Mengapa pendekatan untuk memahaminya mesti dibatasi? Pertanyaan ini berasal dari penegasan Toshihiko Izutsu bahwa Kritisisme Bibel (Hermenutik) tidak bisa digunakan untuk memahami kitab Alfurqan. Saya pun menimpali bahwa kaidah apapun perlu ditimbang. Sejauh tidak menabrak prinsip-prinsip dasar kitab suci, seperti kalam ilahi, maka kajian terhadap firman Tuhan bisa dinilai dan dihargai. 

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...