Monday, February 22, 2021

Warkop dan Pengetahuan

 

Semalam, saya mendapat undangan Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Universitas Nurul Jadid untuk berbagi pengalaman. Temanya adalah "Warung Kopi dan Tradisi Keilmuan".

Dalam Terms of Reference (TOR), panitia menyodorkan kisah Kafe de Flore tempat sarjana Prancis memikirkan nasib negerinya pascaperang. Depresi meruyak. Salah satu dari pemikir itu adalah Jean Paul Sartre. Aha, kebetulan saya pernah membeli karyanya di Kinokuniya Kuala Lumpur berjudul Ada dan Ketiadaan.

My I is no more certain than the I of other people (Being and Nothingness,1992, p. xiv). Keakuan diri dan liyan itu tidak bisa dibuktikan, karena ia merupakan keniscayaan faktual yang kita bisa ragukan secara abstrak.

Lalu, apa masalah yang perlu dipikirkan mahasiswa di warung kopi nanti untuk mengurai tekanan pada warga Paiton? Mengapa pemilik tempat menempelkan poster Che Guevara di dinding bambu itu? Saya sudah tua. Biarlah mereka anak muda yang mengisahkan dunia hari ini.

Mungkin, mereka juga perlu membaca The Age of Reason. Novel ini pernah dibedah di Lembaga Indonesia Prancis Sagan Yogyakarta. Saya menjadi moderator untuk dua panelis, yakni Romo Haryatmoko dan Landung Simatupang. Kata Romo, kucing dalam buku fiksi ini bukan sekadar hewan, tetapi juga tanda dari ide besar suami dari Simone de Beauvoir tentang kebebasan. Tokoh utamanya, Matthieu, adalah kepanjangan dari buah pikiran filsafatnya. 

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...