Betapa menyenangka saya bisa mengantar Zumi mencukur rambut di kedai milik Mas Fery. Ini untuk kedua kalinya, ia mau memangkas rambunya di sini. Dulu, saya harus memangkunya agar ia merasa nyaman.
Di kursi panjang, saya menunggu sambil memerhatikan murid SD Namira yang tampak selalu tersenyum. Mungkin, ia merasa geli dengan getaran alat cukur listrik. Saya meminta Fery untuk tidak menggunakan silet karena Zumi merasa pedih tatkala mandi.
Setelah usai, saya merogoh uang sebesar Rp 5000 sebagai ongkos. Lalu, kami berdua pergi ke kampus. Adik Biyya ini sering memilin rambut depan dahi seraya menyebuk itu gaya Korea. Alamak!
No comments:
Post a Comment